Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali kalah dalam sidang praperadilan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Nusa Tenggara Timur Tahun 2007.
Hari ini Rabu (18/5) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan penetapan Bupati Sabu Raijui Marthen Dira Tome sebagai tersangka tidak sah. Menanggapi putusan itu pimpinan KPK telah menyiapkan langkah hukum selanjutnya.
“Kami menghormati keputusan hakim yang sudah dibacakan, saat ini tim biro hukum sedang menelaah dan mengevalulasi atas hasil praperadilan hari ini dan dikonsultasikan dengan pimpinan untuk langkah-langkah selanjutnya,” kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Rabu (18/8).
KPK tidak menutup kemungkinan akan menerbitkan surat perintah penyidikan baru (Spindik) untuk kembali menjerat Sabu.
“Akan dikaji penerbitan sprindik baru,” ungkap Yuyuk.
Tercatat sudah ada tiga kasus korupsi yang digugat kalah di praperadilan di PN Jakarta Selatan yaitu perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka mantan Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan; kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999 dengan tersangka mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo dan kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabiliasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012 dengan tersangka mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin; namun KPK hanya menetapkan surat perintah (sprindik) baru untuk kasus Ilham Arief Sirajuddin.
Kasus korupsi dana PLS ini sendiri merupakan hasil koordinasi dan supervisi KPK dengan Kejaksaan Tinggi NTT. Penyerahan kasus ini dilakukan pada Oktober 2014 dan pemeriksaan terakhir saksi dilakukan pada 31 Maret 2016.
“Jadi kasus ini kan hasil korsup, kami akui harus ada evaluasi ketika pengambilalihan kasus agar lebih cermat lagi tapi saya tidak dapat merinci kapan langkah hukum lanjutan karena tidak mendapat informasi lebih lanjut,” tambah Yuyuk.
Dalam putusannya, Hakim tunggal Nursyam meminta KPK sebagai termohon untuk segera mencabut sprindik penetapan tersangka oleh KPK pada 30 Oktober 2014 karena penetapan tersangka tidak berdasarkan dua alat bukti yang cukup dan hanya berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil penyelidikan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.
Menurut Nursyam, pengambilalihan kasus ini dari Kejati NTT tidak dilakukan serentak dengan tersangka. Padahal sesuai ketentuan Pasal 11 UU 30 tahun 2002 tentang KPK menyebutkan pengambilan kasus harus disertai dengan tersangka.
Apalagi, Kejati NTT menetapkan tersangka karena kurang bukti karena tiga kali penyidikan belum menetapkan tersangka, menurut Nursyam. Selanjutnya Nursyam juga menilai bahwa kasus itu di KPK berlarut-larut padahal pengambilan kasus itu tujuannya untuk mempercepat proses penyidikan.
Tersangka tersebut adalah Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome yang saat kasus itu terjadi menjabat sebagai Kepala Subdinas PLS provinsi NTT dan pejabat pembuat komitmen.
PLS imerupakan dana dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT pada 2007 yang diambil dari dana APBN. Pada 2007 ada dana yang disebut dekonsentrasi APBN sebesar Rp77,6 miliar yang terdiri dari program pendidikan formal dan informal, program Pendidikan Anak Usia Dasar (PAUD), program pengembangan budaya baca dan program manajemen pengembangan pendidikan. Namun nilai kerugian negara masih dihitung
Artikel ini ditulis oleh:
Antara