Jakarta, Aktual.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mmeminta semua industri keuangan terutama perbankan untuk mengubah paradigma penyelamatan bank saat krisis melalui suntikan dana negara atau “bail out”.

“Perlu dibiasakan perubahan paradigma kita untuk mengedepankan ‘bail in’ daripada ‘bail out’. Pihak dalam harus mempersiapkan diri dan mengubah kebiasaan seolah (kalau krisis) ada yang urus,” kata Ketua Dewan Komisaris OJK Muliaman D. Hadad pada diskusi ekonomi di Jakarta, Rabu (19/5).

Muliaman mengatakan skema penyelamatan bank melalui dana sendiri dari pemilik bank (bail in) sudah saatnya diterapkan khususnya pada bank sistemik agar tidak merembet kepada bank-bank lain saat terjadi krisis.

Menurut dia, selama ini bank-bank besar bersikap aman karena berpikir saat bank bankrut pemerintah akan melakukan “ball out” namun penyelamatan dengan skema menggunakan uang masyarakat tersebut akan menimbulkan risiko fiskal.

Ia berharap pemilik bank, komisaris dan direksi memiliki kesadaran bahwa setiap persoalan harus ditangani dari dalam dengan cara penyediaan dana cadangan.

OJK juga sudah meminta perbankan untuk lebih banyak memiliki likuiditas agar kepemilikan modal lebih tinggi sehingga gejolak ekonomi yang mungkin terjadi dapat diantisipasi.

Adapun untuk skema “bail in” dalam Undang-undang (UU) Pencegahan dan Pengananan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) saat ini sedang dibahas oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama dengan Komisi XI DPR.

Sementara itu untuk daftar bank sistemik yang ditetapkan, OJK ingin berdiskusi terlebih dahulu dengan BI dengan menggunakan data akhir tahun.

Dalam UU PPKSK ini, pemerintah juga akan mempersiapkan pedoman dan mekanisme tentang sejumlah hal yang harus dipersiapkan ketika krisis terjadi sehingga lembaga keuangan tidak lagi saling tunggu dalam pengambilan keputusan.

“UU ini bukan fenomena, hanya perubaha paradigma agar krisis itu jangan sampai mengganggu stabilitas perekonomian karena risiko fiskal akan menjadi begitu besar,” kata Muliaman.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka