Jakarta, Aktual.com — Setelah Panja RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dibentuk, sepertinya dalam pembahasan masa sidang kali, DPR bisa melancarkan proses pembahasan RUU ini.
Hal ini tentu saja perlu disikapi serius oleh masyarakat. Jika tidak, dalam beberapa pekan ke depan, pengemplang pajak akan diuntungkan dengan disahkannya RUU Tax Amnesty.
“Kemungkinan besar RUU TA ini akan selesai dalam 2-3 minggu lagi. Soalnya, sudah ada kesepahaman antara DPR dengan pemerintah,” cetus pengamat pajak dari CITA, Yustinus Prastowo, dalam diskusi di Jakarta, ditulis Jumat (20/5).
Menurut Yustinus, jika skenario itu mulus, maka RUU TA ini akan mulai berlaku di semester II-2016 ini. Mulai dari 1 Juli 2016 hingga 31 Desember 2016seperti yang ditargetkan oleh pemerintah.
“Dan semua permohonan tax amnesty ini dipastikan akan dikabulkan,” cetus dia.
Untuk itu, dalam waktu tujuh hari sejak permohonan diajukan harus sudah dikeluarkan surat persetujuan dari Menteri Keuangan atau program pengampunan pajak itu.
“Bahkan, kalaupun (pemohon TA) tengah diperiksa, maka akan ditunda dan dihentikan pemeriksaannya sampai keluar putusan TA,” ujarnya.
Meski begitu, dengan RUU Pengampunan Pajak ini rekening nasabah di bank belum bisa dibuka oleh otoritas pajak. Nantinya, untuk dana-dana yang ditarik dari luar negeri maka harus diendapkan satu tahun di bank pemerintah dan dua tahun di instrumen investasi lainnya seperti Surat Utang Negara (SUN), saham, dan instrumen lainnya.
“Kemungkinan para pemohon tax amnesty ini akan dikenai tarif pajak antara 4-6 persen,” tegas dia.
Di tempat yang sama, pengamat pajak Darussalam menegaskan, sistem perpajakan nasional yang selama ini menganut sistem self assesment, dengan ada RUU TA ini akan tetap seperti itu.
“Beberapa objek pajak yang dibebaskan adalah, kumulasi penghasilan yang sudah berbentuk aset,” tegas Darussalam.
Selain itu, pemohon tax amnesty juga akan dibebaskan dari pajak terhutang, sanksi pidana bidang perpajakan, dan sanksi administrasi perpajakan. “Semua hal tersebut akan diganti dengan uang tebusan,” jelas dia.
Dia kembali menegaskan, uang tebusan tersebut untuk dana yang di dalam dan di luar negeri variatif. Yang di dalam negeri antara lain sebesar, 2%, 4%, 6%, dan dana yang ada di luar negeri tarif tebusannya sebesar 1%, 2%, dan 3%.
“Jadi, intinya Tax Amnesty ini akan mengampuni selurun harta pemohon yang ada di luar negeri maupun di dalam negeri,” jelas dia.
Sehingga program ini akan lebih melihat harta atau aset yang dimiliki oleh pemohon tax amnesty, bukan penghasilan.
Menurutnya, harta atau aset yang bisa diakui adalah yang belum diakui atau dilaporkan berupa: pertama, uang tunai (rekenaing bank/tabungan/deposito); kedua, perhiasan (surat pernyataan/surat bukti dari toko); ketiga, surat berharga: seperti saham/ORI, dll; dan keempat barang berharga seperti lukisan yang dibuktikan melalui kwitansi beli.
Dia juga memaparkan program tax amnesty pasca 2018 itu dipastikan sudah tidak akan ada lagi. Pasalnya, Indonesia sendiri sudah masuk dalam kesepakatan pertukaran informasi dunia (Automatic Exchage of Information) yang memang sidah mulaj aktif pada 2018 nanti.
“Sehingga secara otonatis, setiap negara mengadakan pertukaran informasi di seluruh dunia, termasuk penghasilan dan yang berkaitan dengan pajak,” papar dia.
Dia juga menegaskan, Tax Amnesty ini adalah suatu pogram yang tidak akan melakukan penyidikan, penyelidikan, penelusuran dan pembuktian terbalik atas harta yang belum dilaporkan dalam SPT (surat pemneritahuan) tersebut.
“Jadi dengan tax amnesty ini, hanya dilakukan pemeriksaan administrasi atas kelengkapan yang disyaratkan dalam Surat Permohonan Pengampunan Pajak yang berupa: NPWP, KTP, KK, dan persyaratan administrasi lainnya. San yang pasti, program ini dilindungi UU,” pungkas Darussalam.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka