Tradisi Siraman Mandi Oli dan Telur Penerbad TNI-AD
Tradisi Siraman Mandi Oli dan Telur Penerbad TNI-AD

Semarang, Aktual.com — Prosesi siraman oli mesin dan telur bagi lulusan pilot helikopter menjadi tradisi bagi prajurit TNI-AD yang dinyatakan lolos setelah mengikuti pendidikan selama setahun di Pusat Pendidikan Penerbangan Angkatan Darat. Kali ini, sebanyak 17 calon pilot helikopter mengikuti rangkaian tradisi kemiliteran siraman di Penerbad Ahmad Yani Semarang, Jumat (20/5).

Komandan Pusdik Penerbad Kolonel CPN Suprapto mengatakan para siswa dinyatakan lolos merupakan hasil penjaringan dari 200 peserta yang mengikuti pendaftaran sekolah, khusus pilot helikopter tahun lalu.

“Acara pagi ini adalah tradisi Penerbang Angkatan Darat yang telah berhasil melaksanakan terbang solo. Dan ini merupakan penerbangan solo pertama bagi siswa,” kata Kolonel CPN Suprapto.

Ia menyebut selama pendidikan setahun menggunakan pesawat Latih Dasar HUGHES 269/300, TH-55 OSAGE. Bahkan, setelah itu terbang selama 50 jam tanpa instruktur. Banyak tahapan yang harus dilalui prajurit menjadi pilot helikopter.

“Mereka kini telah benar-benar siap terbang tanpa instruktur. Tidak mudah untuk bisa menjadi seorang pilot helikopter militer. Ada banyak tahapan yang mesti dilalui siswa. Yang paling penting, para siswa terpilih adalah prajurit TNI yang tidak takut ketinggian,” kata dia di hanggar helikopter Bell Skuadron 11/Serbu, Semarang.

Dalam acara itu berlangsung kurang lebih selama setengah jam. Mereka lebih disuruh berbaris dengan bertelanjang dada di hadapan para perwira. Lalu, instruktur satu per satu berdiri di hadapan siswa seraya memecahkan telur di kepala mereka yang kemudian disiram dengan air bunga.

Ritual tidak berhenti di situ saja. Siswa sekali lagi, bergiliran diguyur dengan oli mesin yang masih baru. Ritual ini menggambarkan bahwa siswa sudah dianggap bersatu dengan pesawat.

“Agar mereka tidak jijik dengan oli. Karena bagaimanapun siswa nantinya menjadi pengguna pesawat (helikopter). Kalau pecah telur artinya mereka telah siap terbang tanpa instruktur di lapangan,” jelasnya.

Usai siraman oli, para siswa kemudian direndam di parit dekat hanggar untuk menjalani ritual terakhir yakni menangkap ikan. Tradisi ini berlangsung meriah. Sebab, mereka tidak diperbolehkan keluar parit sebelum mendapat ikan. Padahal, secara kasat mata ikan-ikan kecil di parit tersebut sangatlah sulit ditangkap.

“Kalau tradisi ini filosofinya kesabaran. Kesabaran para instruktur dalam melatih mereka (siswa) selama ini,” papar Suprapto.

Selama setahun, Banyak kisah lucu selama latihan. Misal, saat awal pelatihan, ada siswa yang takut saat mendaratkan pesawat sehingga harus naik lagi ke udara.

“Itu ada yang sampai 16 kali naik turun. Karena memang saat turun momen kritisnya. Memang harus punya feeling waktu mendaratkan pesawat,” tuturnya tersenyum.

Salah seorang siswa, Sersan Satu Andre dari Skadron 11/Serbu merasa senang dengan ritual ini. Namun, ia mengaku belum puas lantaran masih banyak tahapan di depan yang harus diselesaikan.

“Kita baru bisa terbang sendiri tanpa instruktur. Kalau bilang puas atau belum, belum puas mas. Ini baru melangkah mas. Kalau bayi kita baru lahir. Baru belajar untuk berjalan pun masih susah,” kata Andre.

Banyak pekerjaan di masa mendatang yang masih wajib ia lalui. Akan tetapi Andre dan kawan-kawannya bangga dengan hasil latihan yang telah ia jalani selama ini.

“Kita bangga dari awalmya kita tidak bisa terbang, mulai dari nol, kita tidak bisa pegang pesawat sendiri sekarang bisa naik pesawat sendiri,” tandasnya.

Tahapan selanjutnya, para siswa wajib mengikuti pendidikan perwira, karena syarat menjadi calon pilot helikopter adalah menjabat sebagai perwira. Dengan adanya siswa baru, diharapkan mampu menambah kekuatan armada helikopter TNI AD yang ditarget sebanyak 8 skadron di seluruh Indonesia pada tahun 2020.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan