Jakarta, Aktual.com – Komnas HAM menilai pemerintah tidak mampu mengendalikan korporasi swasta (pengembang) di proyek reklamasi Teluk Jakarta untuk mematuhi keputusan moratorium.
Adanya pelanggaran terhadap moratorium, ujar dia, menunjukkan pemerintah ‘loyo’ menegakkan keputusannya sendiri saat berhadapan dengan korporasi besar. “Kalau berhadapan dengan korporasi besar saja pemerintah sudh tidak berdaya, mau bagaimana lagi?” ucap Ketua Komnas HAM, M. Imaduddin Rahmat di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (23/5).
Kekhawatiran dia, pemerintah tidak berjalan efektif. Sebab tidak akan mampu berdiri di tengah-tengah kepentingan swasta dan masyarakat. Walhasil, pemerintah pun akan memilih diam, saat di masyarakat DKI Jakarta jadi korban proyek reklamasi. “Pemerintah kita mau bagaimana? Rakyatnya mau dikemanakan? Kekuasaan modal makin berkuasa. Otoritarian semakin menjadi-jadi,” ujar dia.
Dengan kondisi yang seperti itu, membuat rekomendasi Komnas HAM terkait penggusuran misalnya, tidak pernah didengar Pemprov DKI. Misal untuk penggusuran Kampung Pulo dan Kalijodo.
Penggusuran Kalijodo, mirip dengan rencana penggusuran Kampung Baru Dadap, Tangerang Banten. Yakni niat sesungguhnya disamarkan dengan isu ‘penyimpangan’ moral. Lantaran ada lokasi pelacuran di sekitar lahan yang digusuran. Jadi seakan penggusuran adalah untuk menghapus pelacuran, padahal tujuan utamanya adalah mendapatkan lahan.
“Keputusan juga dibuat sepihak. Masyarakat tak dilibatkan dalam keputusan penggusuran. Kalau cara ini diteruskan, ini merupakan sinyal kemunduran demokrasi kita,” ujar Imaduddin.
Artikel ini ditulis oleh: