Jakarta, Aktual.com — Energy Watch Indonesia (EWI) menuding Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupaya menutup-nutupi kejelasan skema holding company di sektor minyak dan gas.
Padahal kata Direktur Eksekutif EWI, Ferdinand Hutahaean, jika memang permasalahan holding ini sudah memasuki tahap finalisasi, seharusnya Menteri BUMN, Rini Soemarno bersikap transparan dan memberikan informasi yang rinci atas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang sudah berada di Kementerian Hukum dan Ham.
Menurut Ferdinand, tuntutan sikap transparansi kepada Menteri Rini dianggap penting karena menyangkut partisipasi dan pengawasan publik dalam pengelolaan aset negara.
“Sekarang sudah penghujung Mei dan konsep Holding-nya belum jelas sama sekali. Publik jangan disuguhi sesuatu yang sesuka hati pejabat saja, BUMN ini bukan perusahaan pribadi seorang Menteri BUMN, jadi jangan sesuka hati untuk membuat kebijakan di sektor ini, karena minyak dan gas adalah sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka itu pemerintah tidak boleh seenaknya atau sesuka hatinya pejabat untuk menelurkan kebijakan sektor ini,” kata Ferdinand, di Jakarta, Jumat (27/5).
Sementara berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, jika ditinjau dari RPP yang masih berada di Kemenkumhan, disinyalir maslah holding ini terjadi pembohongan publik oleh Menteri Rini. Di dalam RPP itu, tidak ada disebut mengenai Holding Energi, namun yang terjadi seakan pencaplokan saham pemerintah di PGN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN)
Adapun kutipan isi dari RPP tersebut sebagai berikut “Memutuskan Peraturan Pemerintah Tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Pertamina”.
Selanjutnya bahasan dari PP tersebut melalui pasal-pasal dan ayat-ayat tidak ditemukan sama sekali terkait holding BUMN Energi seperti yang digembar-gemborkan oleh Menteri Rini selama ini.
“Ketidak transparanan Kementerian BUMN memicu kecurigaan bagi kami, jangan-jangan motivasi pemerintah membentuk holding ini bukan untuk menata sektor migas yang selama ini semrawut, akan tetapi bertujuan hanya untuk agar supaya bisa mencari utangan baru setelah aset holding semakin besar,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka