Pekerja mengemas bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Rabu (18/5). Pemerintah memastikan ketersediaan komoditas pangan seperti bawang merah, beras, dan cabai cukup untuk memenuhi kebutuhan sebelum dan setelah Ramadan, antara lain dengan cara memastikan keberadaan stok bawang merah di empat pasar induk senilai 300 ton per hari dan tambahan 8000 ton bawang merah dalam dua minggu ke depan. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/kye/16.

Jakarta, Aktual.com — Kebijakan pemerintah yang akan membuka kran impor bawang merah sebanyak 2.500 ton bentuk kepanikan pemerintah. Padahal kebijakan ini sangat bertentangan dengan semangat Nawacita, karena tidak berpihak kepada kepentingan petani.

Menurut Dewan Bawang Merah Nasional (Dednas), alasan dikeluarkannya kebijakan impor untuk menurunkan harga bawang merah sekaligus memenuhi kebutuhan puasa dan lebaran, suatu pemikiran yang tidak tepat.

“Padahal, pada bulan Juni akan dimulai panen raya bawang merah di seluruh sentra bawang merah baik di Jawa maupun di luar Jawa,” ujar Ketua Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Debnas, Amin Kartiawan Danopa di Jakarta, ditulis Sabtu (28/5).

Pasalnya, kata dia, petani bawang merah Indonesia masih mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.

“Kami melihat, impor bawang merah pada saat panen raya menyalahi aturan dan komitmen Pemerintah yang menyatakan tidak akan impor produk pangan saat panen raya,” tandas dia.

Apalagi saat ini, langkah pemerintah melalui percepatan distribusi dengan cara kerjasama pembelian bawang merah antara Asosiasi Petani dan Perum Bulog telah menunjukkan adanya pengaruh penurunan harga bawang merah secara signifikan dalam seminggu terakhir.

Untuk itu, Debnas melihat, keputusan pemerintah untuk membuka kran impor bawang merah itu sebagai bukti kepanikan pemerintah. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip Nawacita Kabinet Kerja, yaitu keberpihakan dan kemandirian serta membangun sistem pangan rakyat yang kokoh.

“Karena impor bawang merah justru bertolak belakang dan menihilkan kerja keras dari semua pihak dalam upaya stabilisasi harga bawang merah. Padahal, petani telah berkorban menyediakan bawang merah yang dibeli Bulog dengan harga di bawah harga pasar,” cetus Amin.

Saat ini, katabdia, harga pembelian bawang merah di tingkat petani sudah berkisar pada angka 12-16 ribu per kg, sehingga harga di tingkat konsumen yang diharapkan Presiden Rp 25 ribu per kg akan terealisasi dalam bulan ramadhan ini.

“Untuk itu, seharusnya pemerintah menunggu hasil akhir stabilisasi yang pada awalnya digagas dan diusulkan pemerintah, bukan malah secara sepihak mengaborsi kebijakan yang sedang berjalan,” kritik dia.

Menurut dia, importasi bawang merah dipastikan akan mendistorsi mekanisme stabilisasi harga dan menyebabkan harga jual bawang merah di tingkat petani terjun bebas di bawah harga pokok produksi.

Maka dengan kondisi itu, petani adalah pihak yang paling dirugikan. Sehingga dampaknya nanti sebagian besar petani akan mengalami kebankrutan atau terlilit utang karena tidak bisa lagi bertani atau kapok menanam bawang merah.

Dia kembali melanjutkan, pihaknya akan terus menggalang kekuatan dengan pemangku kepentingan lainnya untuk membatalkan kebijakan impor yang jauh dari rasa keadilan bagi banyak pihak tersebut.

“Kami ajak semua mulai dari petani penggarap, pemilik lahan, buruh tani, penebas, angkutan kecil, usaha alat pertanian kecil, pedagang kecil dan usaha kecil lainnya agar menolak impor bawang merah ini,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka