Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio (kanan) bersama Aktivis dan Pengamat Politik Ray Rangkuti (tengah) dan Pengamat Politik Emrus Sihombing (kiri) menjadi pembicara dalam Diskusi Bersih-Bersih BUMN di Jakarta, Jumat (27/5). Diskusi tersebut membahas sejumlah masalah seputar pengelolaan BUMN diantaranya tidak jelasnya peta jalan BUMN untuk menjadi perusahaan-perusahaan yang mampu berbicara di tingkat regional atau global. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/Spt/16.

Jakarta, Aktual.com — Relawan Peduli BUMN di Jakarta menggugat. Pendukung Presiden Joko Widodo non partai politik itu mengidentifikasi sekitar 4.400 jabatan komisaris dan direksi pada 800-an BUMN yang masih dipegang lawan-lawan politik Jokowi.

Ke 4.400 jabatan komisaris dan direksi itu merupakan jabaran dari 119 BUMN, berikut anak dan cucu BUMN sebanyak 700an. Dengan asumsi sekitar 800an BUMN, jika satu institusi terdiri dari 3 komisaris dan 3 direksi maka ada 4.800an posisi. Namun hingga kini baru 400an BUMN yang baru, sisanya merupakan orang-orang lama.

Dalam diskusi publik ‘Revolusi Mental dan Bersih-bersih BUMN’ di Jakarta, Jumat (27/5) kemarin, Relawan Peduli BUMN mengundang beberapa tokoh politik untuk sharing ide dan gagasan Nawa Cita yang tidak dilaksanakan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Pengamat politik Emrus Sihombing dan Ray Rangkuti misalnya, mengkritisi Rini yang dinilai tidak sejalan dengan Presiden Jokowi. Karenanya, keduanya menyarankan Presiden untuk mengevaluasi Rini. Bila perlu, jika Presiden untuk tidak segan-segan mencopotnya sebab nyata tidak sejalan dengan ekonomi kerakyatan yang digagas Presiden.

Apalagi, dalam praktiknya selain menjalankan ekonomi liberal, Rini dianggap membawa gerbong sekaligus membawa kepentingan kelompoknya sendiri. Hal itu dengan dibawanya beberapa ‘lawan politik’ Jokowi di jajaran komisaris dan direksi beberapa BUMN.

Sementara itu, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi mengingatkan relawan untuk berfikir jernih terkait keberadaan nahkoda Kementerian BUMN. Bahwa Menteri Rini patut dievaluasi pada perombakan Kabinet Kerja Jilid II, ia mendukung. Namun mengenai jabatan komisaris dan direksi, Adhie meluruskan niat relawan.

“Kalau sekarang ini relawan Jokowi mau masuk ke BUMN, masuk ke direksi-direksinya jangan hanya komisaris. Komisaris di BUMN tidak bisa apa-apa, kecuali memang niatnya masuk kesitu tidak bekerja tapi (demi) uang,” jelas Adhie.

Mindset atau pola pikir masuk ke jajaran komisaris perlu diubah. Sebab keberadaan BUMN di pemerintah salah satu fungsinya adalah menstimulus jalannya roda perekonomian nasional dan menjadi pioner dibidangnya. Bukan mencari untung sebagaimana perusahaan swasta.

Adhie mencontohkan pembangunan insfastruktur transportasi kereta api hingga ke pelosok-pelosok negeri, salah satu yang hendak diwujudkan Jokowi adalah memberikan stimulus bagi tumbuhnya perekonomian daerah. Berikut Pelni, dan BUMN-BUMN lainnya.

Relawan diingatkan tidak terjebak pada simbol-simbol yang mencitrakan seolah-olah tidak ada masalah. Padahal apabila diselami lebih jauh, banyak BUMN yang bobrok dan penuh dengan praktik koruptif.

Adhie mengkritisi masuknya Mochamad Fadjroel Rachman dan Refly Harun di BUMN. Fajroel menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero) dan Refly menjadi Komisaris Utama PT Jasa Marga (Persero). Dua orang baik yang dinilainya terjebak dan posisinya dijadikan bamper BUMN yang selama ini korup.

“Kalau komisaris itu ga ada manfaatnya, contoh misalnya Fajroel Rachman di Adhie Karya, itu bumn paling korup. Dia hanya dipakai bamper seolah-olah disitu ada karena Fajroel lalu kemudian tidak korup. Kemudian Refly Harun BUMN di Jasa Marga, itu (BUMN) juga sangat korup,” ungkapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka