Jakarta, Aktual.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Bengkulu Janner Purba yang tertangkap tangan KPK saat menerima suap bebaskan terdakwa korupsi, layak dihukum seumur hidup.
“Hakim Janner Purba yang ditangkap KPK perlu didorong divonis seumur hidup,” kata peneliti ICW, Emerson F Juntho di Jakarta, Selasa (31/5) malam.
Usulan dilontarkan, lantaran Janner dikenal sebagai “raja vonis bebas terdakwa perkara korupsi” di rekam jejaknya. Dikatakan, hukuman berat itu sekaligus diharapkan memberikan efek jera, khususnya dengan pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi. “Memang layak dihukum berat,” ucap dia.
Janner dan Toton diketahui kerap berpasangan dan sudah membebaskan 10 terdakwa perkara korupsi di PN Bengkulu selama periode 2015-2016. KPK juga sudah menyita mobil Toyota Fortuner milik Janner Purba.
KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap lima orang pada Senin (23/5) di beberapa lokasi Kepahiang Bengkulu. Dalam OTT tersebut KPK menyita uang sebesar Rp150 juta yang diberikan oleh Syafri kepada Janner setelah sebelumnya Edi memberikan Rp500 juta kepada Janner pada 17 Mei 2016 sehingga total uang yang sudah diterima Janner sekitar Rp650 juta.
Uang tersebut diberikan agar majelis hakim yang dipimpin oleh Janner Purba dengan anggota majelis Toton dan Siti Ansyiria membebaskan Edi dan Syafri selaku terdakwa yang masing-masing dituntut 3,5 tahun penjara dalam kasus penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu Muhammad Yunus. Vonis kasus itu rencananya akan dibacakan pada Selasa (24/5).
Kasus tersebut berawal dari Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor Z.17 XXXVIII Tahun 2011 tentang Tim Pembina Manajemen RSMY mengenai Honor Tim pembina RSUD M Yunus Termasuk Honor Gubernur Bengkulu saat itu Junaidi Hamsyah.
Padahal SK itu bertentangan dengan Permendagri No 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina.
KPK menyangkakan Janner dan Toton berdasarkan pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Badaruddin Amsori Bachsin disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP, sehingga diduga sebagai penerima sekaligus pemberi hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara Syafri Syafii dan Yunus Edi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara