Surabaya, Aktual.com — Gubernur Jawa Timur Seokarwo meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing untuk tidak mengintervensi masalah pertanian tembakau wilayah setempat, karena daya serap tenaga kerjanya sangat tinggi mencapai 600 ribu orang.
“Asing tidak ada urusan, sebab tembakau itu kehidupannya orang Jawa Timur. Kenapa harus diprotes dan diatur-atur LSM asing. Silakan mereka mengurus rumah tangganya sendiri, yakni LSM asing mengurus asing saja,” ucap Soekarwo di Surabaya, Jumat (3/6).
Soekarwo yang juga akrab dipanggil Pakde ini mengatakan, permintaan agar LSM asing tidak campur tangan itu menyusul semakin kuatnya desakan LSM asing kepada pemerintah Indonesia agar segera melakukan perjanjian Konvensi Kerangka Kerja tentang Pengendalian Tembakau atau “Framework Convention on Tobacco Control” (FCTC).
Pakde beralasan hasil perkebunan Jawa Timur sekitar 26,3 persennya adalah tembakau, dan daya serap tenaga kerjanya cukup tinggi, sehingga apabila pemerintah melakukan perjanjian FCTC dipastikan dampaknya cukup besar.
Hal yang sama dikatakan Ketua Umum Paguyuban Mitra Pelinting Sigaret Indonesia (MPSI) Djoko Wahyudi. Menurutnya perjanjian FCTC yang didesakkan oleh LSM Asing adalah agenda untuk mematikan industri tembakau nasional yang menjadi tumpuan penghidupan lebih dari 6 juta masyarakat Indonesia.
“Industri tembakau Indonesia merupakan penyumbang pajak terbesar ketiga kepada negara sebesar Rp173,9 triliun di tahun 2015,” katanya.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47/PMK.07/2016, yang ditandatangani Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro juga telah membagikan Rp2,79 triliun Dana bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT) kepada 16 provinsi dan kabupaten di Indonesia.
“Angka ini naik sedikit dibanding alokasi dana tahun sebelumnya sebesar Rp2,78 triliun,” ucap Djoko.
Sedangkan di Jatim, mendapat alokasi besar yakni mencapai Rp1,43 triliun atau 51,25 persen dari total alokasi DBHCT, kemudian Jawa Tengah di posisi kedua sebesar Rp633,38 miliar dan Jawa Barat di posisi ketiga sebesar Rp318,59 miliar.
Untuk itu, Djoko meminta agar pemerintah Indonesia tetap berkomitmen melindungi industri tembakau nasional secara keseluruhan, yang mencakup petani, pekerja dan pelaku industri, sebab ada upaya FCTC mematikan rokok kretek yang merupakan produk asli Indonesia.
Sementara itu, FCTC diluncurkan pada tahun 2005 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai agenda global pengendalian produk tembakau. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan terkait batas usia minimum, iklan, kegiatan sponsor dan promosi, bahan kandungan, pembatasan merokok di tempat umum, serta peringatan kesehatan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara