Yogyakarta, Aktual.com – Persoalan sengketa tanah antara warga Kulonprogo dengan Kadipaten Pakualaman masih terus berlarut.

Selasa (7/6), pihak Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulonprogo (PPLP-KP) menolak panggilan keempat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta.

Ketua PPLP-KP Widodo mengatakan, pihaknya enggan datang karena menganggap pengadilan hanya ‘drama hukum’ yang diciptakan saja. Terlebih keberadaan PTUN Yogyakarta dianggapnya rawan diintervensi penguasa di Yogyakarta.

“Ngapain datang, wong proses (peradilan) itu cuma drama, sekedar akal-akalan,” kata dia, kepada Aktual.com, Selasa (7/6).

Menurut dia, berlarutnya sengketa tanah yang berujung pada gugatan pihak Pakualaman ke BPN Kulonprogo sebenarnya tidak perlu terjadi. Jika BPN secara tegas menolak permohonan sertifikasi tanah dari Pakualaman.

Sebab, kata dia, PP No 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah jelas tidak menyebut Pakualaman sebagai subjek hukum pendaftaran tanah, dan PAG bukan sebagai objek atas tanah.

Masalahnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kulonprogo malah memfasilitasi permohonan sertifikasi lahan dari Pakualaman. Yakni lahan seluas 540.433 meter persegi di Jalan Karangwuni, Kulonprogo yang diklaim sebagai milik Pakualaman, atau istilahnya PAG (Pakualaman Ground).

Padahal, kata dia, tanah itu juga milik tiga orang warga Kulonprogo bernama Suparno, Karmiyo dan Suparmin.

Posisi BPN ibarat terjepit. Sampai akhirnya KGPA Paku Alam X (Kadipaten Pakualaman) menggugat BPN Kulonprogo ke PTUN Yogyakarta lantaran belum juga memenuhi permintaannya menerbitkan sertifikat tanah yang diklaim miliknya.

Tapi warga pemilik lahan yang merupakan petani dan tergabung di PPLP-KP juga tidak gentar. Ditegaskan Widodo, PPLP-KP tidak akan pernah menyerahkan tanah milik mereka ke keraton sedikitpun.

Proses sertifikasi yang diajukan Pakualaman pun dianggapnya hanya untuk melegalkan perampasan lahan di pesisir Kulonprogo. “Yang nantinya akan meluas ke seluruh DIY. Kami akan terus bertani, itu bentuk perlawanan kami,” ujar Widodo.

Diketahui, kasus sengketa lahan antara petani PPLP-KP dengan pihak Pakualaman mencuat sejak 10 tahun silam. Dipicu munculnya rencana eksplorasi pertambangan pasir besi dan baja yang kuasa tambangnya dimiliki PT Jogja Magasa Iron.

Setelah melewati proses panjang, terhitung sejak Januari 2015 hingga sekarang warga yang lahannya tergusur kegiatan eksplorasi tidak bisa lagi masuk ke lahan pertanian telah ditutup tembok yang didirikan PT JMI.

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis