Semarang, Aktual.com — Sidang perkara dugaan penyelewengan pengadaan buku ajar Mulok SD Tahun 2012 yang menjerat terdakwa mantan Sekretaris Dinsospora Demak, Khumaidullah dengan mengadirkan ke enam saksi kembali digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (8/6).
Dalam kesaksiannya, Direktur CV Amiruz N Maesaroh mengaku bila perusahaan yang baru berdiri tahun 2012 belum mempunyai rekening atas nama badan usahanya yang dicatut sebagai peserta lelang pengadaan buku ajar dalam paket proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) APBD tingkat II TA 2010-2011 dengan nilai penawaran Rp3,9 miliar dari Harga Perkiraan Sementara (HPS) senilai Rp5,1 miliar.
“Perusahaan saya itu bilangnya mau digunakan untuk pendamping peserta lelang oleh Direktur CV Komunitas Peduli Pendidikan Nusantara (Ahmad Zaini-red). Hanya sebagai pendamping dan tidak bakal menang lelang. Kemudian saya serahkan kepada yang bersangkutan, karena kata tidak bakal menang lelang,” ujar N Maezaroh.
Lebih lanjut, dia kaget bila perusahaan yang dicatut namanya menang dalam lelang proyek paket II tersebut. Meski begitu, dirinya membantah tidak menandatangani surat perintah kerja (SPK) pemenang lelang saat dicecar pertanyaan majelis hakim.
“Saya tidak pernah menandatangani itu. Demi Allah, saya tidak tahu prosedurnya. Hanya waktu itu memang terdakwa mau pinjam perusahaan untuk pendamping. Kalau stempel itu memang asli, tapi saya tidak pernah merasa meminjamkan,” elak dia.
Hal senada dibeberkan PT Multazam Mulia Utama (MMM) Jakarta, bahwa rekanan penyedia jasa CV KPPN meminjam bendera CV Amiruz Nusantara yang membeli 50 buku dalam proyek paket 1 senilai Rp5,9 miliar dari HPS senilai Rp7,8 miliar.
“Betul yang mulia, terdakwa membeli buku melalui perusahaan saya di Jakarta,” ujar Direktur PT MMM tersebut.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Andi Astara mencecar ke empat saksi lain secara bergantian. Salah satunya, pemilik saksi lain sebagai pemilik gudang yang hendak disewakan terdakwa untuk penyimpanan buku. Satu persatu majelis hakim mencecar pertanyaan saksi yang dinilai simpang siur atas jawabannya.
“Saudara jangan berbohong kalau memberikan keterangan saksi. Saudara telah disumpah untuk dihadirkan disini. Percuma dunk, kalau saudara berbohong. Bahkan, ancamannya berat bila saksi memberikan keterangan palsu, saksi bisa dihukum sampai 9 tahun penjara,” ujar hakim anggota Sininta Y Sibarani.
Dalam kasus itu, terdakwa selaku PPkom dijerat dakwaan primair pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dan dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 UU No.20/2001.
Diketahui, bugaan korupsi pada Agustus 2012 dengan pagu pengadaan buku SD paket 1 Rp9,2 miliar, dan paket 2 Rp5,1 miliar. Terdakwa selaku PPkom menyusun HPS yang tidak dilaksanakan sesuai ketentuan Permendiknas 18/2010, Permendiknas nomor 36/2011 serta Perpres 54/ 2010. Melainkan hanya membeli buku di sejumlah toko dengan diskon 10-20 persen dengan hasil HPS Rp 7,8 miliar untuk paket 1. Sedangkan untuk paket 2 Rp 4,2 miliar.
Atas HPS itu, dari lelang yang digelar ditetapkan CV BAM dengan penawaran Rp7,2 miliar. Diduga, terjadi kongkalikong oleh Khumaidullah yang dalam pelaksanaan kedua pekerjaan untuk 97 dan 98 SD itu dikerjakan Achmad Zaini dari CV KPPN.
Padahal, pekerjaan CV KPPN diketahui belum mendapat penilai dari pusat perbukuan. Kejanggalan buku Mulok senilai Rp235 juta yang tidak sesuai lampiran SK Gubernur Jateng tentang penetapan buku teks pelajaran.
Sementara itu, Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) M Yusuf dinilai tidak memeriksa dengan seksama. Atas hasil pekerjaannya, Afhan Noor (Kadispora Demak-red), selaku Pengguna Anggaran (PA) menyetujui pencairannya pembayaran sampai 100 persen dalam dua paket. Paket I dibayar senilai Rp7,2 miliar dan paket 2 Rp3,6 miliar.
Akibat perbuatannya, Khumaidullah bersama Abdul Azis, Achmad Zaini dinilai merugikan keuangan negara Rp1.037 miliar atas pekerjaan paket 1. Serta merugikan negara Rp 249 juta atas pengadaan buku paket 2.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka