Jakarta, Aktual.com — Sabotase di internal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dilakukan dengan sengaja oleh salah satu staf yang diketahui berada dibagian Politik dan Pemerintahan Umum (Ditjen Polpum).

Kesalahan penulisan dalam hal ‘tujuan’ surat kepada lembaga anti rasuah pimpinan Agus Rahardjo telah membuat institusi Kemendagri malu didepan publik.

Alih-alih menuliskan kepanjangan KPK secara benar, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penulisan menjadi Komisi Perlindungan Korupsi. Surat tertanggal 7 Juni 2016 dikirim secara resmi oleh Kemendagri kepada KPK.

Bagaimana hal itu terjadi? Direktur Jenderal Polpum Soedarmo menjelaskan kronologisnya kepada wartawan, Kamis (9/6).

“Kami perlu sampaikan bahwa adanya surat yang salah yang dibuat, itu staf dari outsource atau honorer. Stafnya dibawah Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum,” kata Soedarmo.

Setiap pekannya, staf pada salah satu seksi/bagian di Ditjen Polpum itu kerjanya membuat laporan terkait isu-isu aktual. Dari isu ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya atau disingkat ipoleksosbud.

“Staf ini memang belum paham betul terkait masalah KPK, sehingga terjadi kesalahan yang seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Komisi Perlindungan Korupsi. Ini human eror, tidak ada kesengajaan, mereka mengakui ada kekeliruan,” jelasnya.

Staf tersebut disampaikan berinisial AF, lulusan SMA dan belum lama bekerja di Ditjen Polpum. Soedarmo menyatakan kesalahan AF juga kesalahannya karena tidak memberikan kontrol dengan baik terhadap instansi yang dipimpinnya.

“Itu human error, itu pegawai masih baru. Kebetulan pendidikannya tidak terlalu tinggi yakni SMA. Sebenarnya tugas untuk admin ada, untuk mempercepat waktu yang dikirim banyak maka diperbantukan staf outsource ini. Tanpa ada pengawasan, tanpa ada pengecekan,” beber dia.

“Surat yang dikirim itu banyak, yang mengerjakan ini pada saat itu stafnya tidak ada di tempat. Kebetulan outsource dimintai bantuan ngetik alamat. Bukan tugas pokoknya dia, tapi karena sudah terjadi harus ada sanksi,” sambungnya.

“Karena sudah lakukan kesalahan perlu ada sanksi, sanksi pemecatan, kenapa? Supaya dijadikan referensi dan pengalaman bagi staf lain agar tidak kembali terulang hal seperti ini,” demikian Soedarmo.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby