Jakarta, Aktual.com — Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun mengingatkan Pemerintah agar bertindak cermat dalam merevisi APBN 2016 menjadi APBN Perubahan karena dikhawatirkan dapat berdampak pada kondisi ekonomi dan psikologis.

“Pemangkasan anggaran dalam APBN Perubahan jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat memicu ketidakpercayaan,” kata Mukhammad Misbakhun di Jakarta, Sabtu (11/6).

Menurut Misbakhun, pemotongan anggaran belanja negara secara psikologis memberikan sinyal negatif ke pasar dan investor, karena akan dimaknai sebagai kontraksi pertumbuhan.

Misbakhun merujuk pada APBN 2015 yang merupakan APBN tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, di mana belanja negara dipatok pada angka Rp2.039,5 triliun, sedangkan target penerimaannegara ditetapkan Rp1.793,6 triliun.

Namun, kata dia, Pemerintah mengajukan APBN Perubahan 2015 yang berisi penyusutan anggaran, dengan target pendapatan negara diturunkan menjadi Rp1.761,6 triliun, serta belanja negara dipangkas menjadi Rp1.984,1 triliun.

“Waktu itu faktor pemangkasan anggaran adalah perekonomian domestik dan global terus melesu,” katanya.

Menurut dia, dari sisi eksternal, ekonomi di Eropa dan Jepang masih terpuruk, pemulihan ekonomi Amerika Serikat pun belum solid, sementara ekonomi Tiongkok meskipun mengarah ke kondisi yang lebih stabil tapi risiko pelemahan masih tinggi.

Sedangkan di dalam negeri, kata Misbakhun, kejatuhan harga komoditas terutama batubara membuat banyak perusahaan tambang merugi, bahkan gulung tikar.

“Dampaknya, penerimaan negara terutama dari pajak jauh menyusut. Kejatuhan harga minyak juga membuat pendapatan negara dari minyak dan gas anjlok drastis,” katanya.

Politisi Partai Golkar ini memperkirakan, usulan pemangkasan anggaran pada APBN Perubahan 2016 akan mengulangi pengalaman APBN 2015.

Karena itu, Misbakhun mengingatkan Pemerintah agar berusaha keras menghindari pemangkasan anggaran.

“Dalam teori ekonomi, signal kontraksi pertumbuhan merupakan hal yang sangat berbahaya, sehingga harus dihindari,” ujarnya.

Mantan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tersebut menambahkan, jika melihat sinyal kontraksi maka psikologis pasar dan investor akan terganggu yang imbasnya cenderung akan mengerem segala aktivitasnya.

Jika pemerintahan Presiden Joko Widodo selalu merevisi anggaran belanjanya menjadi lebih rendah, kata dia, maka lama-kelamaan kredibilitas Presiden juga akan semakin menurun.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara