Jakarta, Aktual.com — Koordinator nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengingatkan pelaksanaan verifikasi faktual Pilkada 2017 memiliki dua tantangan.
“Verifikasi faktual sensus mempunyai dua tantangan, luasnya wilayah bagi daerah yang berpenduduk kecil dan besarnya pemilih di daerah yang berpenduduk padat,” ujarnya dalam keterangan persnya, Sabtu (11/6).
Dalam memastikan seluruh pendukung perseorangan terverifikasi, maka KPU perlu memperhatikan daya jangkau bagi daerah yang luas dan keterbukaan petugas bagi daerah yang berpemilih padat.
Penilaian tersebut diutarakan usai dilakukan penghitungan data jumlah pemilih dengan menggunakan verifikasi faktual model sensus, sebagaimana yang telah diatur dalam perubahan kedua UU Pilkada dalam Pasal 48 ayat 3, 3a, 3b dan 3c.
Dari penghitungan tersebut diketahui antara lain, terdapat 67 daerah (68%) yang rata-rata jumlah KTP per kelurahan/desa untuk diverifikasi faktual di bawah 200 KTP.
“Sebagian besar daerah ini dari Kabupaten/Kota di Aceh, karena syarat perseorangan tiga persen dari jumlah penduduk, serta Kabupaten/Kota di Indonesia Timur,” ujarnya.
“Kedua, terdapat 21 daerah (21 persen) yang rata-rata jumlah KTP per kelurahan/desa dalam rentang berjumlah 200 s/d 500 KTP.
Ketiga, ada 8 daerah (8 persen) yang rata-rata jumlah KTP per kelurahan/desa dalam rentang berjumlah 500 s/d 1.000 KTP.
“Lalu sisanya ada dua daerah, yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Kota Cimahi (Jawa Barat) yang rata-ratanya 1.000 lebih. Untuk Jakarta rata-rata 1.993 dan Kota Cimahi 2.198,” kata Masykurudin menambahkan.
Dari penghitungan tersebut ditemukan fakta lainnya, yaitu terdapat daerah dengan perbedaan jumlah pemilih yang sangat signifikan sehingga berpengaruh langsung terhadap berat tidaknya verifikasi faktual-sensus yang diterapkan.
Dia menjelaskan, DKI Jakarta dan Kota Cimahi dapat dikatakan sebagai ‘daerah istimewa-pengecualian’ karena jumlah pemilihnya berbeda sangat siginifikan dibandingkan mayoritas daerah lainnya.
“Perbedaan yang sangat signifikan ini dalam situasi tertentu mengurangi gambaran mayoritas daerah-daerah lainnya,” ujarnya.
Oleh sebab itu, adalah kewajiban KPU dan Bawaslu untuk memastikan setiap pendukung perseorangan diverifikasi secara faktual dan bertemu langsung dalam waktu 14 hari.
Untuk mewujudkan ketentuan tersebut, kepastian akan keterbukaan informasi, laporan secara periodik, menambah kekuatan verifikator dan meningkatkan partisipasi masyarakat menjadi hal mutlak, imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Andy Abdul Hamid