Jakarta, Aktual.com – Pengamat lingkungan perkotaan Ubadillah menganggap rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI membangun tanggul demi mencegah banjir rob di pesisir ibu kota bukan solusi tepat guna.

“Persoalaan pesisir pantai Jakarta, bukan cuma banjir rob dan bukan pula tanggul solusinya,” ujarnya kepada Aktual.com, Senin (13/6).

Banjir rob, kata Ubadillah, merupakan salah satu konsekuensi atas kesemrawutan tata kelola sumberdaya dan penataan ruang kawasan pesisir.

Adapun masalah lain yang mengancam kehidupan di Pantura Jakarta, bebernya, seperti perubahan iklim, abrasi pantai, sampah dan limbah, intrusi air laut, penurunan tanah, hancurnya ekosistem pantai laut, krisis air bersih, kandungan logam berat yang terdapat pada tangkapan ikan dan budidaya kerang nelayan teradisional.

“Hingga ancaman hilangnya cagar budaya dan situs sejarah,” sambung alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.

Persoalan tersebut, menurutnya, disebabkan buruknya tata kelola kawasan pesisir ibu kota yang mengabaikan daya dukung lingkungan dan peruntukan ruang yang tidak adil.

Ketidakadilan itu tercermin dari tidak adanya pantai publik atau yang bisa dinikmati masyarakat luas. Padahal, garis pantai Jakarta mencapai 32 km dari Kamal Muara di sisi Barat hingga Cilincing di bagian Timur.

“Ruang lahan pantai lebih didominasi pusat industri, pelabuhan, tempat rekreasi komersil dan hunian eksklusif (superblok) serta hanya menyisakan sedikit lahan konservasi hutan mangrove,” ungkap Ubadillah.

Untuk mengentaskan masalah tersebut, eks direktur eksekutif Walhi Jakarta ini meminta keseriusan pemerintah daerah dan pusat melakukan pemulihan pantai secara keseluruhan dengan proyeksi peruntukan ruang yang proporsional bagi kebutuhan konservasi.

Misalnya, menanam bakau sebagai sabuk hijau (green belt) untuk menstabilkan lahan dari abrasi, minimalisir penurunan tanah, mencegah intrusi air laut, menahan gelombang pasang rob, menetralisir pencemaran dan sebagai muara sumber air baku, tempat tumbuh kembang kehidupan biaota, serta melestarikan kehidupan kearifan lokal masyarakat pesisir.

“Bukan malah menggusurnya (masyarakat pesisir),” tegas sekretaris jenderal Koalisi Perkotaan Jakarta (Jakarta Urban Coalition) ini.

Apabila hal itu dilakukan, maka pemerintah telah memenuhi asas keadilan dalam memenuhi garis sepadan sungai, situ, maupun pesisir.

“Bukan hanya menggusur masyarakat di bantaran sungai dan pesisir pantai, tetapi juga wajib membongkar bangunan permanen megah yang jelas berada di garis sepadan sungai, seperti Mangga Dua Square dan WTC Mangga Dua, termasuk bangunan mewah Pantai Mutiara yang melanggar batas pantai,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh: