Refleksi sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sulsel Peduli Keadilan berunjuk rasa di kantor PLN Sultanbatara di Makassar, Rabu (30/3). Mereka menuntut transparansi segala bentuk tender proyek PLN wilayah Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sultanbatara) karena dinilai sarat dengan korupsi dan nepotisme. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Pengamat Energi, Febby Tumiwa mengatakan PT PLN tidak boleh mengeluarkan regulasi tarif PLTMN, karena PLN bukanlah lembaga regulator.

Menurutnya PLN telah menyimpang dari prinsip-prinsip UU 30/2009 yang semestinya hanya berwenang sebagai pemegang ijin usaha kelistrikan (IUK).

“Perlu diingat bahwa Kementerian ESDM itu regulator sektor kelistrikan. Penetepan regulasi adalah kewenangan dari KESDM sesuai fungsi dan kewenangan tersebut, maka penetapan regulasi tarif untuk energi terbarukan merupakan tupoksi KESDM,” katanya kepada Aktual.com, Senin (13/6).

Selanjutnya sebagai solusi persengketaan yang telah terjadi, dia menyarankan agar KESDM, Kementerian BUMN, dan Kemenkeu melakukan pembahasan untuk mencari solusi kerugian seperti apa yang diklaim oleh PLN. Namun dia mengatakan wajar, sebagai regulator KESDM berhak mengatur dan menegur PLN.

Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menuding pihak PLN melakukan kebohongan atas kisruh Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Dia menyerukan agar direksi PLN beristigfar.

Sudirman memaparkan, volume PLTMH sesuai dengan singkatannya yakni pembangkit listrik mikro, artinya daya secara kolektif hanya sebesar 78 MW, jika dibandingkan dengan kapasitas PLN yang terpasang, hanya 0,125 persen, sehingga tuturnya, merupakan suatu kebohongan jika PLMTH dikatakan mengganggu keuangan PLN.

“Kecil sekali di bawah 10 MW, ditotal se republik hanya 78 MW, artinya kalau dibandingkan dengan kapasitas terpasang PLN sekarang hanya 0,125 persen. Jadi meributkan seolah PLTMH akan membuat PLN kerepotan secara keuangan itu isu yang membohongi masyarakat,” kata Sudirman di Kantornya Jl Medan Merdeka, Jakarta, Selasa (7/6)

Kemudian dia menyampaikan alasan dirinya menerapkan tarif adjusment dengan maksud agar  PLTMH mampu dikelola dan dikembangkan oleh penguasah daerah serta pengusaha menengah ke bawah, jika tidak diberikan insetif yang baik maka PLTMN akan sulit berkembang.

“Permen 19 itu untuk mendorong supaya pengusaha kelas menengah dan bawah di daerah ikut berpartipiasi bangun PLTMH yang teknologi sederhana dan tidak terlalu besar dan jumlah se Indoensia hanya 0,125 persen dari seluruh kapaistas terpasang. kalau itu dibilang buat PLN bangkrut, yang bicara itu harus Istighfar, Astaghfirullaaaaah gitu ya. Memohon ampun pada Tuhan karena membohongi publik,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 19 Tahun 2015 ini dibuat supaya investor tertarik membangun PLTMH dengan harga yang lebih tinggi. Namun dengan surat edarannya, PLN menurunkan tarif yang ditentukan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Akibatnya, pengembangan energi baru terbarukan berupa PLTMH bisa terhambat, karena pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) menjadi kurang tertarik untuk membangunnya dengan harga yang rendah.

Terkait hal ini, Menteri BUMN Rini Soemarno sempat melayangkan surat protes kepada Menteri ESDM Sudirman Said. Menteri Rini meminta agar harga jual direvisi. Karena bisa menganggu keuangan PLN.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka