Petani memelihara daun tembakau di perkebunan tembakau Kampung Cimuncang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (27/5). Harga tembakau basah ditingkat petani saat ini mencapai Rp 3.500 per kilogram sedangkan harga tembakau kering mencapai Rp 80.000 per kilogram. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/Spt/16

Jakarta, Aktual.com – Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) meminta Presiden Joko Widodo agar tidak ikut meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Pasalnya, jika diratifikasi akan mematikan industri hasil tembakau (IHT).

“Ratifikasi FCTC merupakan perwujudan ketidakadilan terhadap kelompok petani tembakau, petani cengkeh, para pekerja, serta para pedagang produk hasil tembakau yang menggantungkan kehidupannya pada IHT nasional,” tegas Ketua Umum AMTI, Budidoyo di Jakarta, Rabu (15/6).

Menurut dia, pemerintah memang harus mencari solusi yang seimbang antara perlindungan kesehatan dengan kelangsungan hidup para petani tembakau dan buruh pabrikan.

“Makanya, kami sangat berharap agar Pemerintah Indonesia tetap konsisten untuk tidak melakukan ratifikasi FCTC itu,” pintanya.

Jika memang alasan kesehatan, kata Budidoyo, maka sudah ada Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012. Pemerintah cukup menggunakan aturan itu untuk mengatur industri hasil tembakau nasional sesuai dengan permasalahan dan realita yang ada di Indonesia.

“Karena aturan itu telah mempertimbangkan aspek perlindungan kesehatan masyarakat dan anak, serta tetap menjamin keberlangsungan industri tembakau nasional,” tegas dia.

Beberapa negara yang telah melindungi petani tembakaunya juga bersikap tidak meratifikasi FCTC itu. Negara seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, Maroko, dan Argentina memiliki kepentingan untuk melindungi IHT-nya.

Makanya, AMTI berharap agar Pemerintah Indonesia dapat berkaca pada pengalaman negara-negara lain yang telah lebih dahulu mengadopsi FCTC.

Karena kenyataannya, kata dia, negara yang mengadopsi FCTC kerap ditekan untuk menerapkan aturan-aturan ekstrim yang bersumber pada pedoman FCTC. Seperti kemasan polos, pelarangan penggunaan cengkih dalam rokok, dan yang paling mengkhawatirkan konversi tanaman tembakau.

“Aturan-aturan tersebut akan menimbulkan gejolak di masyarakat serta mematikan IHT nasional dan jutaan orang yang mendapatkan nafkah dari industri ini,” tegas Budidoyo.

Dia berpendapat, bahkan dilihat dari sisi ekonomi, ketenagakerjaan, pendapatan negara, maka semua aturan FCTC sama sekali tidak berpihak pada Indonesia. “Kami sangat berharap pemerintah tidak ikut meratifikasi FCTC,” tutup dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka