Jakarta, aktual.com – Pemerintah sudah memastikan bawah PT PLN (Persero) akan mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp13 triliun dalam APBN Perubahan 2016 ini.

PMN PLN kali ini memang bukan dalam bentuk dana cash. Melainkan bentuk kewajiban membayar pajak PLN setelah melakukan kebijakan revaluasi aset. Karena PLN membutuhkan dana besar untuk ekspansi, maka pajaknya itu oleh pemerintah dikonversi menjadi PMN.

“Cuma ini menjadi catatan penting kami. Jangan sampai PMN besar, tapi kinerjanya makin hancur. Apalagi PLN ini dapat kucuran pinjaman CDB (China Development Bank) dari tiga bank BUMN. Dan PMN di APBN induk 2016 juga besar,” jelas Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijana kepada Aktual.com, Senin (20/6).

Pada intinya, kata dia, dirinya dan Komisi VI DPR akan menyetujui PMN ini, karena memang PLN butuh modal besar. Apalagi memang PMN itu harus dapat di-leverage tiga sampai empat kali terhadap proyek yang mereka kembangkan.

Akan tetapi, satu hal yang mengganjalnya adalah terkait aturan hukum. Pemerintah mesti cepat menerbitkan payung hukum terkait PMN PLN ini.

“Harus ada aturan hukum yang khusus terkait itu. Apalagi BUMN lain bahkan swasta tidak mendapat perlakukan yang sama, padahal sama-sama melakukan revaluasi aset,” terang dia.

Selama ini, pihak swasta itu banyak melakukan revaluasi aset dan nilai pajaknya juga besar. Tapi mereka tetap bayar pajaknya, tapi PLN ini seolah-olah malah dibayari negara.

Selain itu juga terkait dengan keberadaan BUMN lain. Apakah ada perlakuan sama dengan BUMN lain, yang memiliki aset besar tapi kemampuan pendanaannya rendah seperti PLN?

“Karena BUMN Perkebunan juga sama kondisinya dengan PLN. Asetnya besar tapi kemampuannya rendah. Dan mereka butuh PMN untuk meleverage kemampuannya, sehinga bisa melakukan hal yg strategis,” jelas dia.

Untuk itu, kendati tidak menolak PMN PLN ini, tapi pihaknya tetap akan mengkritisi kinerja PLN itu. Terlebib road map PLN soal kelistrikan masa datang juga masih belum beres.

“Rencananya hari ini, kami akan mengundang kembali Menkeu untuk membahas MN PLN ini. Bahkan nantinya kalau perlu kami juga akan panggil PLN untuk memastikan kinerja ke depannya seperti apa,” jelas Azam.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui soal aturan hukum terkait PMN memang menjadi kendala di pemerintahan. Sebab, biasanya setelah disahkan di DPR, maka pemerintah perlu menerbitkan PP untuk masing-masing PMN.

“Dan setiap BUMN yang mendapat PMN itu PP-nya masing-masing satu. Memang sudah ada template-nya. Tapi itu kerjaan bagi Sekneg dan Kemenkumham. Bukan di kami. Itu yang membuat keluarnya PP itu lama,” tegas Bambang.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan