Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan (kanan) berbincang dengan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi (tengah) dan Dirut PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto (kiri) sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/12). Rapat tersebut membahas soal proyek pengolahan gas dari Lapangan Gas Abadi di Blok Masela, Laut Arafura. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/nz/15.

Jakarta, aktual.com – Satuan Kerja Khsusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ngotot tidak mau meningkatkan lifting pada produksi blok cepu sebagaimana permintaan existing operator, yakni Exxonmobil.

Kepala Bagian Humas SKK Migas, Taslim Z Yunus beralasan pembatasan produksi yang ada saat ini ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor keberlangsungan produksi jangka panjang, dan penerimaan negara yang rendah akibat harga jual minyak yang murah

“Memang tidak diproduksi besar karena cadangannya bahaya untuk waktu panjang, selain itu dengan harga minyak yang rendah negara tidak diuntungkan karena bagian yang exxonmobil sebesar 70 persen,” kata Taslim kepada Aktual.com Kamis (23/6)

Sebelumnya dari pihak SKK Migas hanya mengizinkan produksi di blok Cepu sebanyak 165 ribu bph, padahal exxonmobil mengajukan produksi hingga 200 ribu bph.

Mengamati persoalan ini, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman melihat kebijakan SKK Migas sarat muatan politis. Terlebih kata Yusri bahwasanya kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi pernah menuding pihak PT Pertamina EP Cepu, anak usaha PT Pertamina (Persero) akan mengekspor hasil peningkatan produksi nantinya.

“Tidak mungkin Pertamina akan mengekspornya. Pertamina saja saat ini susah mencari minyak mentah untuk kebutuhan kilangnya sendiri. Kalau benar minyak itu kemudian diekspor oleh Pertamina, maka saya berani katakan anomali ini kental muatan mafia migasnya. Dan Pertamina sudah membantah tidak akan mengekspornya. Amien jangan berlindung dengan menjelekkan Pertamina,” kata Yusri.

Yusri mengatakan, dirinya mendapat informasi bahwa ada minyak mentah bagian negara yang dijual dengan cara cara diekspor dengan alasan operasional. Belum lagi ditambah penjualan minyak mentah bagian negara ke pihak swasta yang dibawah harga normal alias memperoleh diskon.

“Jika pernyataan Amin benar, berarti dia mengetahu permainan mafia Migas tersebut, Logikanya sederhana, tidak masuk akal minyak yang berasal dari produksi dalam negeri tidak disuplai untuk kepentingan negara melalui Pertamina tapi malah diprioritaskan untuk diekspor,” tekan Yusri.

Kemudian SKK Migas mengemukakan alasan teknis yang kepa ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL) yang seakan ‘mengajari ikan berenang’. “Pasti EMCL dalam mengusulkan itu sudah dengan kajian teknis, bukan seperti komentar Amien Sunaryadi yang tidak paham teknis tapi sok lebih tahu. Ingat Amien itu lulusan apa,” tegas dia.

Lebih lanjut menurut yusri, semestinya Amin tidak buru-buru membuat keputusan menolak peningkatan produksi, ada baiknya dilakukan kajian yang mendalam sembari melihat tren harga minyak yang memungkinkan ekonomis bagi negara.

“Karena setiap keputusan setuju atau tidak bukan berarti produksi itu langsung bisa ditingkatkan hari itu juga, harus dipersiapkan semua infrastruktur penunjangnya,” tegasnya.

Kalau kemudian alasannya ekonomis, papar Yusri, akan menjadi pertanyaaan besar, seperti dengan harga minyak di bawah rata-rata USD 40 per barel, untuk apa SKK Migas menebar tawaran insentif yang berlebihan.

“Karena tidak diberikan insentif saja negara sudah tekor. Itu faktanya hasil penerimaan migas versus cost recovery tahun 2015 saja kita tekor. Jadi jangan publik dikecoh terus oleh pejabat-pejabat migas yang akan mendorong aktifitas hulu migas dengan memberikan insentif baru supaya menarik.” Pungkas Yusri.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan