Ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Selamatkan Jakarta (GSJ) menggelar aksi demontrasi didepan gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2016). Dalam aksinya massa Gerakan Selamatkan Jakarta (GSJ) mendesak KPK untuk menahan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena diduga terlibat kasus korupsi pembelian Rumah Sakit Sumber Waras.

Jakarta, Aktual.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah melakukan investigasi menemukan fakta bahwasanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sengaja ‘menyisipkan’ anggaran pengadaan tanah RS Sumber Waras. Sebab, penganggaran pelepasan hak atas tanah seluas 3,6 hektare itu dilakukan setelah pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) Pemprov DKI 2014.

Berdasarkan data audit investigasi BPK yang didapat Aktual.com, fakta tersebut ditelusuri dengan bersandar pada disposisi Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Andi Baso Mappapoleonro, untuk mengalokasikan anggaran pengadaan lahan RS Sumber Waras.

“Dengan disposisi 8 Juli 2014 saudara BTP memerintahkan Bappeda untuk menganggarkan pengadaan tanah RS Sumber Waras, setelah saudara BTP bertemu dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) 6 Juni 2014 dan mendapat penawaran tanah dari RS Sumber Waras 27 Juni 2014,” papar BPK dalam auditnya, dikutip Minggu (26/6).

Dengan adanya disposisi tersebut, pekerjaan yang selanjutnya harus dilakukan Kepala Bappeda adalah memasukkan anggaran pengadaan tersebut dalam Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Prioritas dan Plapon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS).

Kendati demikian, BPK justru menemukan fakta kalau KUPA-PPAS Pemprov DKI 2014 ditandatangani setelah Rapat Paripurna tentang pengesahan RAPBD-P 2014 antara DPRD DKI dengan Pemprov dilangsungkan.

“KUPA dan PPAS-P 2014, baru ditandatangani setelah Rapat Paripurna DPRD untuk pengesahan RAPBD-P 2014 pada 13 Agustus 2014, sehingga anggaran pembelian tanah RS Sumber Waras tidak didasarkan pada KUPA dan PPAS-P 2014,” pungkas BPK.

Untuk diketahui, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, KUPA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode satu tahun.

Sedangkan PPAS diartikan sebagai, rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) sebelum disepakati dengan DPRD.

Berdasarkan aturan yang termaktub dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, KUPA-PPAS harus sejalan dengan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD), yang di dalamnya memuat secara detil program dan kegiatan baru SKPD.

Selain itu dalam RKA-SKPD, dipaparkan pula Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD (DPPA-SKPD), yang nantinya dianggarkan dalam perubahan APBD. Jadi, pengadaan tanah RS Sumber Waras seharusnya sudah tercantuk dalam RKA-SKPD, dalam hal ini adalah kewenanga dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Pemprov DKI.

Prosedur ini menurut BPK telah dilangkahi oleh Pemprov DKI. Pasalnya, sejak awal tidak ada rekomendasi dari SKPD, yakni Dinas Kesehatan DKI untuk membeli lahan milik RS Sumber Waras.

Hal ini juga telah dibeberkan Kepala Dinkes DKI saat pengadaan itu dilakukan, Dien Emawati di hadapan Tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI.

“Waktu itu kan nggak ini, waktu itu memang nggak dijual lahan Sumber Waras. Waktu itu kami rekomendasikan dua alternatif lainnya, yaitu lahan di Dinas Kesehatan dan lahan di Sunter,” ungkap Dien, di gedung DPRD DKI, Jakarta, 8 September 2015.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid