Jakarta, Aktual.com – Pengesahan Rancangan Anggaran Penerimaan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty secara bersamaan dalam paripurna kemarin, menjadi babak baru dalam sistem keuangan negara.
Menurut Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad, Tax Amnesty akan menjadi sumber utama dari pendapatan pajak, guna menutup target penerimaan pajak yang tidak tercapai (shortfall).
“Pemerintah harus bisa membuktikan bahwa perdebatan panjang mengenai Tax Amnesty di publik, benar-benar bisa menjadi solusi dari permasalahan anggaran negara yang sedang dihadapi pemerintah,” ujar Farouk di Jakarta, Kamis (30/6).
Dalam APBP 2016, lanjutnya, pemerintah berasumsi bahwa akan terdapat tambahan sebesar Rp165 Triliun dari kebijakan Tax Amnesty. Asumsi yang dibangun pemerintah tersebut, kata dia, sangat berisiko bagi anggaran negara. Sebab apabila target penerimaan dari tax amnesty tidak tercapai, maka akan menambah beban keuangan negara, yaitu meningkatnya defisit anggaran.
“Sebagaimana yang tercantum dalam APBNP 2016, dimana defisit negara sudah mencapai Rp296 Triliun atau setara dengan 2.35% dari PDB. Faktor inilah yang akan menambah defist anggaran, dimana sudah mendekati angka 3%,” kata Farouk.
Selain mengandalkan penerimaan dari Tax Amnesty, DPD meminta agar pemerintah tetap fokus dengan target penerimaan sektor perpajakan yang selama ini sudah dirancang.
“Kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan harus tetap terus dijalankan. Jangan sampai pendapatan pajak yang sudah ditangan lepas, karena pemerintah hanya fokus kepada Tax Amnesty semata,” tegas Senator asal NTB itu.
Farouk menambahkan, DPD RI juga mendorong agar pemerintah segera mengajukan konsep untuk memperbaiki sistem perpajakan nasional.
“Dengan melakukan amandemen Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), sebagai dasar atau pijakan yang tepat dalam melakukan reformasi sistem perpajakan nasional (Tax Reform),” tutup Farouk.
Laporan: Nailin
Artikel ini ditulis oleh: