Pelapor kasus pembelian lahan RS Sumber Waras ke KPK Amir Hamzah (kanan) memberikan pendapatnya disaksikan Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan (tengah) dan Aktivis Iwan Piliang dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/10/2015). Diskusi itu membahas permasalahan pembelian lahan RS SUmber Waras oleh Pemprov DKI.

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan menilai naiknya harga bahan kebutuhan pokok yang rutin menjelang lebaran karena negara abai.

Negara dinilai tidak peduli dengan ketahanan pangan sehingga gagal tatkala gejolak pasar hadir.

Meniru presiden Soekarno, kata Arteria, seharusnya pemerintah melihat atau mempersiapkan dari jauh hari sebelum terjadi lonjakan harga bahan kebutuhan pokok. Memandang ketahanan pangan sebagai substansi kedaulatan.

“Harus dipastikan bukan sekedar retorika. Menjadi ironi, di negeri kaya raya ‘gemah ripah loh jinawi’ (tentram dan makmur serta subur tanahnya), ternyata harga pangan stabil mahalnya. Negara dikalahkan oleh pengusaha pemegang kartel sembako. Negara tersesatkan dengan stigma petani dan pedagang kecil yang ternyata pengejar rente,” cetus Arteria di Jakarta, Kamis (30/6).

Ia memandang, negara sulit membedakan antara memberdayakan dengan diperdayakan. Serta, negara dilemahkan dengan mandul dan tidak jelasnya tata niaga dan tata kelola logistik.

Dikatakan, ‎Bulog yang saat ini terlihat disorientasi, baik dari sisi kebijakan maupun keberpihakannya terhadap visi kerakyatan dan ketahanan pangan. Sebab, di Indonesia yang sudah punya Bulog ternyata stok beras nasional dikendalikan oleh pihak swasta.

“‎Jadi, jangan bicara kedaulatan kalau konstituen di ‘kampung tengah’ (perut) kita masih di tangan orang lain,” ketus Politisi PDIP itu.

Masalah kenaikan harga, Arteria menghimbau agar pemerintah menangani serius. Tidak sekedar dilihat sebagai kejadian rutin tahunan. Sebab, kenaikan harga pada saat bulan puasa biasanya disertai dengan kenaikan tingkat inflasi, pelemahan daya beli, kemudian matinya sektor usaha dan maraknya PHK.

Melihat hal itu, Arteria meminta pemerintah juga serius menerbitkan crash program yang subtantif, bukan seperti pasar murah, namun langsung ke sasaran.

Misalnya, menjaga arus distribusi logistik yang berorientasi pada keseimbangan produksi dan kebutuhan, mereposisi kebijakan perekonomian nasional yang menghadirkan nasionalisme Indonesia. Dimana, kontrol pemerintah untuk sembako lebih dominan dan tidak mudah diserahkan ke mekanisme pasar, pengendalian stok yang berpihak pada kepentingan rakyat, operasi pasar yang berkelanjutan bukan seperti kegiatan kepanitiaan.

Lalu, memberantas kartel dan spekulan serta penimbun sembako yang terbukti memainkan harga di pasaran.

“Jadi lebaran itu ritual tahunan, tapi kenaikan harga jangan juga dilegitimasi sebagai ritual tahunan, itu legitimasi kegagalan,” ‎pungkas legislator asal Jatim itu.

 

Laporan: Nailin

Artikel ini ditulis oleh: