Jakarta, Aktual.com – Elemen Masyarakat yang tergabung dalam Yayasan Satu Keadilan (YSK) mengaku geram dengan kebijakan pemerintah bersama DPR RI yang tetap menerbitkan rancangan Undang-Undang tentang pengampunan pajak alias tax amnesty.
“Sebenarnya apa nawaitu (niat) DPR dan pemerintah untuk membentuk Undang-Undang tax amnesty ini,” kata Pimpinan Yayasan Satu Keadilan, Sugeng Teguh Santoso, dalam konfrensi persnya, di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/7).
Ia mengatakan, dalam ketentuan pengampunan pajak tersebut banyak yang bertentangan dengan asas serta prinsip yang diatur dalam konstitusi, salah satunya dalam konteks pemungutan pajak bagi pendapatan negara.
“Dalam ketentuan UU tax amensty ini justru pemberian pengampunan, dan ini menjadi hal berbeda, dan tentu bertentangan dengan UUD yang mengatur pajak sifatnya adalah memaksa sesuai pasal 23A UUD 1945,” papar dia.
Selain itu, sambung dia, memberi peluang melegalkan praktif pencucian uang yang tengah gencar dipenegakan hukumnya, salah satunya dalam kasus tindak pidana korupsi.
“Pada pasal 11 ayat 2 huruf c UU tax amnesty mengatur bahwa Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima bukti penerimaan surat pernyataan maka tidak dapat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,” sebut Sekjen Peradi tersebut.
“Padahal, tindak pidana di bidang perpajakan termasuk dalam tindak pidana dalam pencucian uang,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Nebby