Jakarta, Aktual.com – Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmadja menegaskan bahwa Pemerintah bersikeras akan mengembangkan blok gas East Natuna kendatipun blok itu menyimpan banyak kesulitan.
Sebagai mana diketahui, blok yang terletak di daerah terluar Indonesia itu memiliki kandungan kadar CO2 yang terlampau tinggi yakni 72 persen, sehingga perlu biaya yang tinggi untuk mengijeksikannya menjadi Gas.
Namun jelas Wirat, pemerintah sedang membahas berbagai skema termasuk ketentuan biaya pemisahan CO2 apakah ditanggung negara atau ditanggung kontraktor.
“Memang akan dikembangkan, insyaallah. Berbagai opsi sedang disiapkan termasuk pemisahan CO2 nanti biayanya bakal ditanggung negara atau kontraktor, itu yang kita bahas. Biaya pemisahnya kan cukup tinggi kan. Kita bahas nanti keekonomiannya. Kalau tidak ekonomis apa yang kita lakukan,” tutur Wirat saat ditemui pada acara Halal-bihalal Pertamina di Jakarta, Selasa (12/7).
“Kemudian Wirat berharap blok ini akan mengalami onstream pada tahun 2030. “Kalau perkembangannya kan kita butuh waktu. Kita pasti percepat beberapa langkah-langkah. Ini kita bahas minggu ini, semoga sebelum tahun 2030 onstream ya,” pungkasnya.
Sebelumnya percepatan pengembangan Blok Natuna atas permintaan Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet. “Ini kita dorong agar proses produksi bisa segera dilakukan,” katanya saat membuka rapat kabinet terbatas tentang Pengembangan Potensi Ekonomi Kepulauan Natuna, Rabu (29/6)
Sementara Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto mengungkapkan bahwa Pertamina akan segera merealisasikan percepatan pengembangan proyek blok Natuna dengan merampungkan pembicaraan tentang kontrak dan bagi hasil dengan anggota konsorsium lain yakni Exxonmobil dan PTT serta pemerintah. Saat ini jelasnya tengah menjalani tahap negosiasi mengenai mekanisme split untuk mendapat skema yang ekonomis
“Mayoritas ke kontraktor splitnya, tapi nanti kita lihat lagi, akan kita siapkan usulan porsi yang ekonomis. Saya harapkan 2016 sudah bisa ajukan untuk PSC bagaimana nilai ekonomisnya. Jika pemerintah mendukung tanda tangannya kita harapkan 2017” pungkas Dwi. (Dadangsah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka