Jakarta, Aktual.com – Usai lebaran 2016, Jaksa Agung HM Prasetyo sudah mempersiapkan pelaksanaan hukuman mati terhadap beberapa terpidana mati di Nusakambangan. Namun eksekusi mati bagi pelaku kejahatan narkoba di Indonesia dinilai bukan solusi.
Semua sepakat bahwa narkoba adalah musuh bangsa dan mengancam generasi masa depan, namun pilihan mengeksekusi mati lebih kepada logika pembalasan. Terlebih hukuman mati tidak dibenarkan dari sisi HAM dan konstitusi RI yang menjamin hak hidup sebagai hak fundamental.
Demikian disampaikan Ketua Setara Institut Hendardi kepada wartawan, Rabu (13/7) kemarin. Pihaknya menolak eksekusi mati dan menyarankan aparat penegak hukum mencari langkah lain menghukum penjahat.
Langkah Jaksa Agung HM Prasetyo dengan menggunakan praktik eksekusi mati, menurutnya tidak lebih sebagai ajang pencitraan atas lemahnya kinerja dalam penegakan hukum. Prasetyo berusaha menyelamatkan diri dari jerat reshuffle yang belakangan mencuat akan segera diumumkan Presiden.
Selama dijabat Prasetyo, Kejaksaan Agung tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan kecuali berpolitik dalam penegakan hukum.
“Jaksa Agung HM Prasetyo hanya menggunakan praktik eksekusi mati ini sebagai penutup kelemahan kinerjanya dalam penegakan hukum. Prasetyo tidak menunjukkan terobosan dan performa memuaskan sebagai Jaksa Agung kecuali berpolitik dalam penegakan hukum,” kata Hendardi.
Setara Institut mendesak dilakukannya evaluasi terhadap kinerja Jaksa Agung. Presiden diingatkan tidak menyerahkan urusan penegakan hukum pada Jaksa Agung yang masih tergoda untuk berpolitik, karena akan membahayakan integritas supremasi hukum Indonesia.
“Sebaiknya Jaksa Agung termasuk prioritas pejabat yang harus direshuffle,” demikian Hendardi.
Laporan: Sumitro
Artikel ini ditulis oleh: