JAKARTA, AKTUAL.COM-Akhir Juni 2016 lalu, para wakil rakyat di DPR dalam Sidang Paripurna saat itu sudah ketok palu terkait pengesahan Undang-undang (UU) Pengampunan Pajak atau yang dikenal dengan sebutan Tax Amnesty. Tetapi pengesahan tersebut memicu sejumlah pertanyaan.

Dalam sebuah diskusi di bilangan Jakarta Pusat, Kamis (14/7), pertanyaan tentang hal pengesahan tersebut kemudian mencuat, salah satunya datang dari Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam, dirinya mempertanyakan keputusan pimpinan untuk menggelar rapat kerja pembahasan uu ini secara tertutup.

Menurut Ecky, seharusnya publik dapat mengetahui proses pembahasan UU ini secara terbuka agar tidak salah persepsi. “Saya sangat menyesalkan, proses pembahasan tax amnesty itu dalam kondisi rapat tertutup. 90 persen pembahasan itu dilakukan tertutup. Padahal seharusnya masyarakat dapat mengikuti proses pembahasan,” sesal Ecky.

Pertanyaan lain, dalam hal ini kata dia, tiba-tiba publik pun kemudian dikagetkan dengan pengesahan UU tersebut.

Sementara itu pada kesempatan yang sama, Pakar Komunikasi Publik Emrus Sihombing menuturkan dirinya telah menemukan sejumlah pertanyaan terkait dengan Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty yang baru saja disahkan 28 Juni 2016 lalu.

Tujuan utama UU ini kata dia adalah menggenjot penerimaan negara dari sisi perpajakan. Pemerintah telah menambahkan penerimaan negara dari hasil dana repatriasi Tax Amnesty sebesar Rp165 triliun.

Seharusnya menurut hemat dia, keluar dulu UU Tax Amnesty-nya baru masuk ke dalam APBN-P.

“Pemerintah over confidence sekali kalau Tax Amnesty ini tidak ada yang gugat, lalu bagaimana kalau dibatalkan. Kedua, kenapa tidak dibongkar dulu orang-orang yang bermasalah. di PPATK ada kok siapa saja orang-orang yang bermasalah, yang belum bayar pajak,” ketus Emrus.

Sementara lanjut dia target penerimaan pajak negara dari hasil dana repatriasi Tax Amnesty sangat besar. Dengan target Rp165 triliun berarti uang yang masuk ke Indonesia harus Rp 4.000-an triliun.

“Kalau memang asumsinya dari Rp165 triliun itu anggaplah 4% berarti uang yang masuk Indonesia bisa mencapai Rp4.000 triliun, berarti sekitar Rp600-an triliun uang masuk ke Indonesia tiap bulan,” jelasnya.

Dirinya juga mempertanyakan terkait penyelenggaraan rapat kerja pembahasan RUU yang dilakukan di ruang tertutup.

“Di dalam penelitian saya dari kacamata komunikasi politik kalau sifatnya bukan rahasia negara, ya terbuka saja jadi publik bisa tahu, rakyat tahu apa DPR kita pro rakyat atau tidak. Nah, ini (pembahasan RUU Tax Amnesty) apakah layak dilakukan di ruang tertutup? Kalau tertutup pasti ada diskusi yang dirahasiakan,” jelasnya.

Hal lain yang menjadi pertanyaan kata dia, kenapa uang yang masuk hanya ditahan selama tiga tahun.

“Pemerintahan Jokowi juga tiga tahun lagi habis relatif pas kan. Dalam tiga tahun apa sih yang bisa dirasakan. Harusnya minimal lima tahun sehingga uang itu bisa berputar di Indonesia,” sesal Emrus.

Namun demikian, dirinya menilai jika hal ini bisa tercapai sesuai dengan UU maka hal tersebut merupakan keberhasilan Pemerintahan Jokowi-JK, tapi kalau gagal bukan cuma pemerintah saja yang harus disalahkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs