Jakarta, Aktual.com – Sikap pesimis Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan ketidaktahuannya soal kecanggihan sistem keuangan pada sidang dengan Komisi XI DPR kemarin, menghembuskan keraguan akan keberhasilan program tax amnesty (pengampunan pajak).
Menurut Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono, selama ini sikap Menkeu itu selalu kalap. Terlebih penerimaan negara memang selalu tak capai target. Sikap kalap itu membuat tata kelola di Kemenkeu tak seprofesional Kemenkeu di negara lain.
“Saking kalapnya itu, Menkeu itu selalu pakai manejemen juru bayar, bukan manajemen layaknya Menkeu seperti negara lain dalam menjaga kondisi keuangan negara. Yang ada, Bambang selalu memberikan angin surga kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi),” ujar Arief di Jakarta, (15/7).
Tapi kini, baru dua pekan adanya tax amnesty, Menkeu malah pesimis dengan target pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah di asumsi makro RAPBN 2017.
Arief kembali menambahkan, angin surga itu dalam bentuk tax amnesty. Kata Arief, Menkeu selalu membisiki Jokowi, bahwa tax amnesty akan mempercepat pembangunan infrastruktur, tanpa lagi melihat kekuatan keuangan negara.
“Makanya, si Menkeu itu ngotot buat UU Tax Amnesty, dengan harapan bisa membantu defisit APBN. Tapi kok sekarang aneh, kenapa dia malah pesimis?” ujarnya.
Pada dulu dia sangat ngotot, dalan kaca mata Menkeu, hasil pembayaran pajak melalui fasilitas TA oleh pengemplang pajak dan koruptor ini bisa untuk membangun Infrastruktur. “Lho, apa itu betul akan seperti itu?” kata Arief mempertanyakan.
Padahal, hal itu tidak akan terealisasi dengan sesungguhnya. Pasalnya, fasilitas tax amnesty sendiri hanya sebuah kerelaan saja bagi para perampok uang negara itu.
Kalau mereka tidak mendaftar, maka tidaka kan ada dana repatriasi. Dana-dana milik orang Indonesia yang ada di luar negeri itu tetap tidak mau dibawa kembali ke dalam negeri.
“Jadi tax amnesty ini hanya akal-akalan Menkeu. Padahal belum tentu akan sukses. Karena hanya bersifat kerelaan. Apalagi data pendaftar itu katanya sangat dilindungi negara dan tidak dipublikasi. Itu hanya menguntungkan pengemplang pajak,” papar dia.
Sebelumnya, Menkeu ragu dengan kondisi ekonomi ke depan. Padahal tax amnesty sudah diundangkan. “Ternyata kami baru tahu, sektor keuangan itu super canggih. Sehingga kami kesulitan dalam menelusuri aset ini punya siapa? Karena cangihnya mekanisme yang disusun mereka. Makanya kami susun PMK dari UU Pengampunan Pajak jadi lama,” ujar Menkeu kemarin.
Keraguan lainya, terlihat dari asumsi makro ekonomi khususnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam RAPBN 2017 yang dipatok di angka RpRp 13.500-RP 13.900. Sedang pertumbuhan ekonomi sangat tidak realistis dengan rentang yang sangat jauh yakni, 5,3-5,9 persen. Sehingga Menkeu nantinya besar kemungkinan akan menggunakan batas bawah.(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka