Jaksa Agung HM Prasetyo (kanan) menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/6). Raker tersebut membahas APBN-P Kejagung Tahun 2016. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Kekalahan pihak Kejaksaan dalam beberapa praperadilan kasus korupsi, dinilai lantaran adanya kecerobohan. Tumbangnya Korps Adhyaksa juga dianggap sebagai bukti adanya aturan-aturan hukum yang dikangkangi.

Demikian pendapat dari pakar hukum pidana Universitas Padjajaran, Indra Prawira saat diminta menanggapi kinerja Kejaksaan selama ditukangi Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.

“Jadi kalau beberapa kasus dibilang praperadilan dan dimenangkan, mereka (Kejaksaan) dikalahkan, berarti selama ini mereka didalam proses penyidikan itu ya boleh dibilang ceroboh lah. Indikatornya disitu,” papar Indra, saat dihubungi, Senin (18/7).

Apa yang dialami Kejaksaan ini, sambung Indra, juga menjadi gambaran bagaimana sebuah kinerja pimpinannya. Dia meyakini, kalau semua pengusutan kasus dikerakan dengan berpegang pada aturan, peluang untuk digagalkan sedikit.

“Kalau semuanya dilakukan sesuai aturan, maka kalaupun di praperadilankan peluang untuk kalahnya sedikit. Nah ini sekaligus menggambarkan kinerja, sebetulnya,” jelasnya.

Banyak pihak angkat bicara mengenai pandangan kinerja Kejaksaan selama dipimpin Prasetyo. Salah satunya adalah Komisi Kejaksaan (Komjak), yang melihat adanya sistem yang tidak berjalan, salah satunya ihwal pengawasan internal.

Hal ini mulai terlihat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menguak kasus dugaan suap yang berhubungan dengan Kejaksaan. Kasus tersebut antara lain adalah kasus ‘pengamanan’ perkara PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta serta kasus suap Jaksa Kejati Jawa Barat.

“Harus dilihat dari kasus per kasus. Karena punya karakter yang sangat berbeda, Kejati DKI perjalanannya panjang, sementara yang Bandung (kasus Jaksa Kejati Jawa Barat) masih proses. Yang sama bahwa ada satu sistem pengawasan internal yang tidak berjalan,” papar anggota Komjak Indro Sugianto, saat dihubungi, Kamis (14/7).

Bukan hanya soal sistem. Dalam penanganan kasusnya Kejaksaan juga beberapa kali menerima pukulan telak, yang ironisnya ‘membebaskan’ pihak-pihak yang telah dijerat.

Catatan yang dihimpun, Kejaksaan telah beberapa kali gagal membuktikan bahwa kegiatan hukum yang meraka lakukan sah secara aturan. Pasalnya, ada beberapa kasus yang ditangani Kejaksaan tapi kandas di praperadilan.

Contohnya adalah kasus PT Victoria Securities Indonesia. Belum lagi praperadilan La Nyalla Matalliti, dimana Kejati Jawa Timur kalah dalam tiga praperadilan. Sebelumnya, Kejaksaan juga ‘tewas’ lantaran kalah dalam praperadilan yang diajukan Dahlan Iskan pada 4 Agustus 2015.

Tidak berhenti disitu. Kejaksaan juga dianggap gagal membuktikan dakwaannya. Ini dibuktikan dengan vonis bebas untuk Wakil Bupati Cirebon, Tasiya Soemadi, yang diputus pada 12 November 2015 oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.

Juga putusan bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung kepada Wawan Indrawan, terdakwa kasus BJB Tower pada 14 Desember 2015

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid