Jakarta, Aktual.com – Sekitar 1,2 miliar manusia di dunia belum mendapatkan akses ke energi. Di Indonesia, sekitar 30 juta masyarakatnya belum mendapatkan akses energi yang cukup sehingga tingkat kesejahteraan hidup belum maksimal. Tidak ada satu pun negara di dunia yang mampu memenuhi kebutuhan energi nasional nya seorang diri. Keterlibatan aktif di komunitas dunia dan kolaborasi secara global menjadi kunci pencapaian kebutuhan energi suatu negara.
Demikian salah satu pembahasan dalam diskusi World Energy Outlook yang diluncurkan pertama kalinya di Indonesia, Selasa (19/7) seperti dikutip dari situs resmi esdm.go.id.
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan International Energy Agency (IEA). Turut menjadi pembicara antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudiman Said, Direktur Eksekutif International Energy Agency, Dr. Fatih Birol, Chairman Indonesia Climate Change, Sarwono Kusumaatmadja serta Anggota Komisi VII DPR RI, Satya Yudha.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM kembali aktif berkolaborasi dengan komunitas global. Setelah sebelumnya kembali menjadi anggota OPEC, Indonesia juga bergabung dalam International Energy Agency (IEA). Dari laporan yang dikeluarkan IEA, sektor energi turut menyumbang besarnya polusi udara saat ini dan kondisi polusi udara di negara-negara Asia sangat memprihatinkan.
“6.5 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya karena terpapar setiap hari dengan polusi udara. Angka ini lebih tinggi dari kematian yang disebabkan oleh gabungan HIV/AIDS, TBC dan kecelakaan di jalan. Oleh karenanya kami menyarankan agar semua pemangku kepentingan di sektor energi bekerjasama mengatasi isu polusi udara,” papar Fatih Birol.
Di sisi lain, Sarwono Kusumaatmadja menjelaskan bahwa pemakaian lahan dan hutan di dunia juga perlu menjadi perhatian khusus untuk menekan peningkatan polusi udara.
“Misalnya di Indonesia, kebakaran lahan gambut yang mengakibatkan polusi udara, juga tergolong energi yang disia-siakan,” papar Menteri Kelautan dan Perikanan periode 1999 sampai 2001 tersebut.
Menyadari keterkaitan sektor energi dan udara bersih, Kementerian ESDM melakukan terobosan dengan menerapkan 3 pilar di sektor energi. Pilar pertama adalah melakukan efisiensi subsidi sektor energi agar tepat sasaran dan dananya bisa dialihkan untuk pembangunan sektor lain. Pilar kedua adalah melakukan revolusi sektor energi dengan mengarusutamakan penggunaan dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
Salah satu caranya dengan menargetkan penggunaan EBT sebesar 23% dalam bauran energi nasional sampai tahun 2025. Cara lain yang akan diterapkan adalah mengurangi pemakaian batu bara menjadi 50% dan meningkatkan penggunaan sumber energi gas menjadi 30%. Pilar ketiga adalah mendorong konservasi energi melalui gerakan nasional Potong 10%.
“Ketiga aspek tersebut mendorong untuk menciptakan udara bersih dan sumber energi bersih. Tahapan diatas memerlukan konsistensi dalam pelaksanaannya”, ujar Menteri Sudirman.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Satya Yudha sepakat dengan penerapan kebijakan dari Kementerian ESDM yang mengurangi pemakaian batu bara dan meningkatkan penggunaan gas untuk meningkatkan energi bersih.
“Merancang dan memberlakukan kebijakan yang tepat di sektor energi menjadi faktor penting menciptakan udara bersih dan menanggulangi polusi udara,” tutur Satya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan