Jakarta, Aktual.com – Frasa pada Ayat (3) Pasal 8 di Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), sepertinya bakal menjadi bola panas ke depannya.
Bukan apa-apa, ayat menyebutkan, jika para pendaftar tax amnesty ingin ikut program tersebut, salah satu syaratnya harus melunasi seluruh tunggakan pajaknya. Ayat ini sepertinya bisa disebut ambigu. Seolah-olah pengampunan pajak ini jadi setengah hati.
“Saya tidak bisa bilang tunggakan ini jadi beban atau tidak bagi pengusaha. Tapi memang, ini (ayat tunggakan) sengaja diloloskan pemerintah-DPR. Ya sudahlah,” tegas Ketua Komisi Tetap Bidang Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Handito Joewono, kepada Aktual.com, Sabtu (23/7).
Bagi Handito, pengusaha memang berharap kepada tax amnesty ini. Bahkan animo mereka cukup tinggi saat acara sosialisasi. Sehingga menurutnya, kalau memang benar pengampunan, mestinya harus murni pengampunannya.
“Sehingga bagaimana membuat teman-teman di dunia usaha itu menjadi percaya, ini beneran loh. Dan katanya, tidak ada biaya lain-lain, dan sebagainya. Itu beneran lo. Jadi harus dijelaskan semua. Ini harus bisa dijawab oleh DJP,” cetus dia.
Bahkan sebut dia, karena soal tunggakan ini berpotensi ada moral hazard dari pegawai pajak (fiskus), maka mestinya pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyelenggarakan kebijakan ini secara spesial.
Dalam arti, harus disiapkan orang-orang atau SDM yang istimewa untuk menjalankan program pengampunan pajak ini. Orang spesial atau istimewa yang dia maksud adalah, orang-orang yang bersih yang dijamin tidak menjalankan pelanggaran.
“Menurut saya, tidak bisa (dilaksankan) dengan (respon) yang biasa. Ini (tax amnesty) kebijakan khusus yang mestinya tak bisa diselesaikan denga SOP biasa. Tapi mesti SOP khusus dan orang-orang yang menjalankan pun orang-orang yang khusus,” papar dia.
Rekomendasi seperti itu dari para pengusaha tersebut, bukannya berarti mereka tidak percaya dengan pihak DJP. “Cuma kan faktanya, terkadang masih ada yang begitu (melakukan penyimpangan). Saya rasa harus disiapkan lebih matang lagi,” tandas Handito.
Karena jika dunia usaha tidak yakin dengan tax amnesty ini, bisa jadi program ini tak akan efektif. Padahal kebijakan ini adalah kesempatan penting. Sehingga mestinya, tidak merugikan kedua pihak, dunia usaha dan negara.
“Sejujurnya dunia usaha masih khawatir. Kalau begitu terus ditakutkan orang tidak mau ikut (tax amnesty). Kan pada akhirnya merugikan dunia usaha juga. Dan dari sisi program juga tidak efektif,” bebernya.
Sejauh ini, kata dia, para dunia usaha masih mendukung program ini. Salah satunya, dari Asosiasi Penguaha Indonesia (Apindo) dan Kadin sendiri. Sebab progam tax amnesty ini tak hanya sebatas adanya dana repatriasi, mestinya lebih jauh dari itu.
“Jangan sampai kesempatan ini lepas lagi. Sudah ribut sana-sini, tapi malah tidak sukses. Tapi saya rasa, (pemerintah) ini tidak bisa menyelesaikan harapan pengusaha juga,” pungkas Handito.
Seperti diketahui, berdasar Pasal 8 ayat (3) di UU itu disebutkan, wajib pajak (WP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki persyaratan sebagai berikut, (antara lain), memiliki NPWP, melunasi seluruh tunggakan pajak, membayar uang tebusan, melunaai pajak yang tidak atau kurang bayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan.
Artikel ini ditulis oleh: