Jakarta, Aktual.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tidak paham hukum saat meminta aparat penegak hukum, Kejaksaan dan kepolisian, untuk tidak mempidanakan tiap kebijakan diskresi yang dilakukan kepala daerah.
Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono berpendapat permintaan Jokowi yang disampaikan saat memanggil Jaksa Agung M Prasetyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian ke Istana itu malah bisa membuat kedua lembaga hukum mandul. Akibat tidak berani mengusut diskresi, meskipun yang berdampak merugikan negara karena tidak sesuai UU.
“Permintaan presiden Jokowi kepada penegak hukum terkait hak diskresi, jelas adalah bentuk intervensi terhadap hukum dan melanggar konstitusi,” ucap dia, dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/7).
Ketimbang keluarkan permintaan semacam itu, kata Arif, harusnya Jokowi mengingatkan semua kepala daerah serta pejabat negara untuk berhati-hati dalam menggunakan diskresi.
Memang, Pasal 6 ayat (2) huruf e jo ayat (1) UU 30/2014 menyebutkan penggunaan diskresi sesuai dengan tujuannya merupakan salah satu hak yang dimiliki pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan.
Akan tetapi, kata dia, patut diingat definisi diskresi berdasarkan Pasal 1 Angka 9 UU 30/2014 adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
“Kalau UU yang mengaturnya tidak memberi suatu pilihan keputusan atau tindakan, sudah diatur dengan jelas, kalau masih berdalih diskresi, ya itu salah,” ujar dia.
Karena alasan-alasan itu, kata Arief, jika ada pejabat pemerintahan yang diduga bersalah dalam menggunakan diskresi, apalagi jika ada indikasi kerugian negara atau masyarakat banyak, seharusnya Presiden mengatakan: ‘harus diadili secara hukum agar terwujud keadilan hukum. “Karena negara kita adalah negara hukum,” ujar dia.
Biar hukum yang akan menguji apakah diskresi yang dilakukan si pejabat memang sudah sesuai tujuan-tujuan tersebut seperti yang diamanatkan UU No 30 tahun 2014.
Sikap seperti itu, ujar dia, bukan hanya penting untuk wujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dalam rangka perang melawan korupsi. Tapi juga penting bagi oknum pejabat yang bersangkutan agar tidak menjadi fitnah sepanjang hidup yang menyengsarakan keturunannya.
Sebab bisa jadi setelah rezim Jokowi lengser, dugaan pelanggaran diskresi seorang pejabat bakal tetap diproses dan diperkarakan penegak hukum. “Tidak terkecuali Jokowi sebagai pejabat negara yang menghalangi kejahatan korupsi, juga bisa dipidanakan,” ujar dia. (Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh: