Jakarta, Aktual.com – Serikat Pekerja (SP) PLN mengecam pernyataan Menteri ESDM, Sudirman Said yang memaksa PLN untuk tunduk terhadap upaya swastanisasi pembangkit listrik dan peraturan yang dirasa akan merugikan PLN dan kelistrikan nasional.
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari PLN, Ketua SP PLN, Jumadis Abda merasa mempunyai kewajiban moral untuk mengingatkan kebijakan yang keliru terhadap kelistrikan nasional. Menurutnya bila salah melangkah dan salah mengambil kebijakan termasuk adanya unsur kepentingan tertentu dalam penentuan arah kelistrikan, maka dampak kerugiannya bukan saja dirasakan oleh PLN tetapi juga kepada bangsa dan negara serta seluruh masyarakat Indonesia.
“UUD 1945 pasal 33 ayat 2, tidak bisa dinafikan bahwa kelistrikan adalah termasuk cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, seharusnya dikuasai oleh Negara, oleh BUMN tentunya dalam hal ini adalah PLN. Namun sangat disayangkan penguasaan negara ini justeru ingin dikerdilkan oleh ‘penyelenggara Negara’ itu sendiri. Di Kementerian Teknis (ESDM),” kata Jumadis, Minggu (24/7).
Lebih lanjut katanya bahwa Menteri ESDM Sudirman Said berusaha memarginalkan peran PLN dan memberikan pembangunannya dan kepemilikan asetnya kepada perusahaan perseorangan privat /swasta.
“Perusahaan Negara disuruh membeli dengan sistem take or pay. Ambil tidak diambil energi listrik (kWh) yang dihasilkan pembangkit swasta itu maka PLN harus bayar. Akan ada kerugian PLN Rp 140 T/ Tahun setelah selesai pembangunannya, dan sangat rentan terjadi pemadaman di seluruh Indonesia seperti yang terjadi di Nias beberapa waktu yang lalu. Sehingga Indonesia menjadi Nias kedua,” ujarnya.
Jumadis memaparkan upaya-upaya swastanisasi dan keberpihakan kepada perusahaan privat dalam kelistrikan nasional oleh Menteri Sudirman Said diantaranya terlihat dari pemecahan kelistrikan di 6 Provinsi Indonesia Timur.
Kemudian program pembangunan pembangkit 35.000 MW melebihi kapasitas yang dibutuhkan dan kecenderungan seluruhnya diserahkan kepada swasta. Sudirman juga melakukan Intervensi perubahan RUPTL dan mengurangi porsi PLN dalam pembangunan pembangkit.
Harga beli energi listrik (kWh) dari IPP PLTMH yang harus dibeli PLN dirasa terlalu mahal sesuai Permen ESDM No 19/2015. Lebih mahal dari harga jual PLN kepada masyarakat.
Sudirman juga melakukan pengambil alihan pembangunan PLTU Jawa 5 oleh PLN. Dan anehnya, PLN diinstruksikan untuk tidak membangun pabrik penghasil kWh listrik (pembangkit) untuk program 35.000 MW. PLN diminta membeli kWh saja dari swasta.
Oleh sebab itu, atas nama SP PLN mengecam upaya Menteri ESDM untuk menjadikan kelistrikan sebagai ladang bagi perusahaan privat/ swasta. Kebinakan swastanisasi dikhawatirkan akan membuat tarif listrik lebih mahal dan tidak stabil sehingga berdampak terganggunya ekonomi bangsa Indonesia yang menyengsarakan seluruh masyarakat Indonesia.
“SP PLN menantang Menteri Sudirman Said untuk berdebat secara terbuka ke ruang publik di media televisi nasional, ini agar masalah menjadi clear dan dapat diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya. (Dadang Sah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid