Karyawan memotret pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (1/7). Pada perdagangan terakhir sebelum libur Lebaran IHSG ditutup melemah 0,90 persen atau 45,07 poin ke level 4.971,58, meski demikian IHSG sempat menguat ke level 5.039,69 sebagai imbas dari pemberlakuan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras/16.

Jakarta, Aktual.com – UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (tax amnesty) yang mengamanatkan program TA seolah masih menyisakan masalah baru.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengingatkan pemerintah agar melakukan pengawasan ekstra ketat terhadap ayat-ayat terkait tunggakan dan masalah kurang bayar pemeriksaan di program tax amnesty.

“Saya rasa, dari sisi tunggakan ada yang sudah jelas, walaupun tidak semua. Juga soal kurang bayar pemeriksaan. Itu semua rawan terjadinya moral hazard,” papar Yustinus kepada Aktual.com, Senin (25/7).

Bahkan ayat tunggakan sendiri, sebetulnya bisa jadi masalah batu sandungan program ini. Bahkan bisa disebut, program ini bisa berjalan setengah hati. Pasalnya, masih ada ayat pelunasan tunggakan.

Dirinya pun mengamini itu. Bahkan, sebagai pengamat perpajakan, dia mengaku pernah dimintai pendapat terkait masalah tunggakan itu.

“Saya dulu juga mengusulkan untuk dihapus saja (soal tunggakan). Tapi pemerintah malah ngotot tidak mau,” tandas Yustinus.

Dia menyebut, dengan adanya masalah tunggakan itu, dirinya semula berharap program tax amnesty ini betul-betul menjadi program rekonsikiasi nasional.

“Padahal akan lebih baik agar benar-benar terjadi rekonsiliasi (jika tanpa tunggakan). Termasuk juga untuk memulihkan masalah ketidakadilan bagi WP (wajib pajak) kecil yang mungkin dulu terjadi dan mau ikut program,” papar Yustinus.

Dia menyarankan, karena kondisi itu dianggap rawan terjadinya penyimpangan, maka perlu pengawasan ketat dari atasan, mulai tingkat Menteri Keuangan hingga Presiden sendiri.

Kata dia, fata tunggakan itu memang bisa berasal dari based on sistem dan juga fisik surat ketetapan pajak. Sehingga tunggakan yang dimaksud adalah utang pajak yang belum dilunasi, yaitu pokok pajak.

“Saya rasa yang paling rawan adalah terkait yang sedang diperiksa bukper (bukti permulaan) dan disidik, harus melunasi pajak yang kurang bayar. Saya sih lebih condong hal seperti ini sangat rawan penyimpangan,” pungkasnya. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid