Presiden Joko Widodo (kedua kiri) bersama Menteri ESDM Sudirman Said (kiri), Menteri BUMN Rini Soemarno (kedua kanan) serta Dirut PT PLN Sofyan Basyir (kanan) meresmikan secara simbolis Ground Breaking proyek PLTU Lontar unit 4 di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Tangerang, Banten, Jumat (10/6). PLTU Lontar unit 4 milik PLN berkapasitas 1 x 315 MW tersebut, merupakan lanjutan proyek lanjutan PLTU Lontar Unit 1-3 dengan kapasitas 3 x 315 MW, direncanakan akan beroperasi pada Tahun 2019 serta diperkirakan bisa menambah pelanggan baru hingga 206 ribu pelanggan. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) berharap pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera mengakhiri kegaduhan di ranah publik.

Mereka menginginkan, keduanya duduk semeja, menyatukan persepsi dan paradigma tentang proyek 35.000 Mega Watt.

“Kami dari kalangan usaha berharap, baik pemerintah yang diwakili oleh Kementerian ESDM maupun Direksi PLN untuk menahan diri dan tidak saling serang di ranah publik,” ungkap Sekretaris Jenderal APLSI, Priamanaya Djan, di Jakarta, Senin (25/7).

Diakui Pria, proyek ini memang telah bermasalah. Terbukti, pencapaiannya sendiri sejauh ini sangat tidak memuaskan. Hal ini pun, kata dia, diakui Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Presiden, perkembangan dari 35.000 MW ini tidak memuaskan.

“Mestinya, harus solid dan harmonis dalam menjalankan program 35.000 MW yang sudah dicanangkan oleh Presiden itu. Jangan gara-gara proyek ini malah ribut,” papar dia.

Menurutnya, kementerian itu sebagai regulator dan PLN sebagai pelaksananya. Maka harus kompak dan harmoni. Keduanya harus bisa menyelaraskan persepsi tentang proyek ini ke depan.

“Jangan ada multitafsir di antara keduanya. Sehingga pendekatan-pendekatan dalam mengeksekusi program tersebut tidak menimbulkan kekisruhan atau kegaduhan lagi,” jelas Pria.

Ketua Harian APLSI Arthur Simatupang menambahkan, memang akan banyak kendala dan persoalan dalam pengerjaan proyek ini. Namun demikian, jika kedua pihak masih gaduh akan menimbulkan kebingungan dan kegaduhan di kalangan produsen dan pasar.

Apalagi memang, kata dia, perkembangan proyek 35.000 MW itu berjalan lamban selama semester I-2016. Presiden sendiri, kata dia, mengevaluasi program tersebut karena dinilai eksekusinya tidak menunjukan kemajuan.

“Makanya tak aneh jika Presiden kemudian meminta agar lembaga terkait mengevaluasi. Mulai dari proses tender, pembiayaan, hingga rencana pengelolaannya di PLN,” tutur dia.

Arthur mengatakan, sebagai BUMN, PLN memang berada dalam dua fungsi bersamaan. Pertama sebagai agent of development, BUMN juga menjalankan fungsi layanan publik (public service obligation).

“Pada bagian ini, PLN tidak hanya mencari untung. Namun, disisi lain, PLN sebagai korporasi juga memikirkan profit dan keberlanjutan usaha ke depan. Jadi tnggal cari titik temunya dimana,” saran dia.

Dia mengingatkan, regulator harus menjaga iklim investasi yang baik. Pasalnya, di belakang produsen banyak rantai industri lainnya yang terlibat baik itu lembaga keuangan, pelaksana konstruksi, lembaga keuangan, konsultan dan sebagainya.

“Ini kan rantai pasar yang besar dan luas serta melibatkan investasi yang besar dan jangka panjang. Jangan sampai menimbulkan banyak ketidakpastian,” pinta dia. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka