Jakarta, Aktual.com – Pengangkatan Rektor Universitas Trisakti (Usakti) oleh Kemenristekdikti Muhamad Nasir dianggap tidak sah oleh Keluarga Alumni Mesin Universitas Trisakti (KAMUSAKTI).
“Kami dari Kamusakti, jelas menolak Rektor yang didrop dari menteri. Karena itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan PTS. Seharusnya, Rektor dipilih Senat, tapi ini kan didrop. Jadi, ini tidak sah,” ujar Ketua Kamusakti Adi Sempani di Jakarta, Rabu (27/7).
Ada tiga poin penting, kata Adi, mengapa pengangkatan Rektor Usaktsi versi Menteri Nasir ini tidak sah. Pertama, pengangkatan ini tidak sesuai dengan statuta.
Kedua, bertentangan dengan peraturan tentang Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Ketiga, kehadiran menteri seharusnya memberi iklim yang kondusif bagi proses perkualiahan di Usakti.
“Tetapi yang terjadi, sebaliknya. Semua akhirnya jadi terganggu,” ujarnya.
Semestinya ujar Adi, sikap Menteri Nasir terkait Usakti harus netral dan obyektif. Langkahnya dengan melakukan upaya dialogis dengan melibatkan semua elemen Usakti.
“Di zaman dulu, kalau ada menteri yang masuk jika ada perseteruan, pasti cepat selesai. Cooling down gitu. Kalau sekarang malah terbalik-balik.”
Jika upaya dialogis ini tidak dilakukan, kata dia, maka konflik Usakti akan berkepanjangan. Dampaknya, nama besar Usakti menjadi jelek pada akhirnya. Selain itu, proses perkuliahan menjadi terganggu.
“Kalau kami, kepentingannya cuman satu. Jangan sampai menganggu proses perkuliahan di Usakti,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Kemenritekdikti sudah terlalu jauh mencampuri urusan internal Usakti. Intervensi Menristekdikti terdengar dalam pembicaraannya yang diunggah di situs youtube. Dalam rekaman pembicaraan berdurasi lima menit itu, jelasnya, pernyataan Menteri Nasir sangat provokatif.
“Silahkan lihat di Youtube, bagaimana menteri berbicara. Dan sangat provokatif. Ada sebutan, kita anggaplah Usakti ini ada dan tiada. Nggak bagus, nggak bagus sekali itu,” beber Adi.
Meski demikian, dia berharap agar persoalan Usakti ini segera tuntas. Hal ini penting demi kemajuan dunia pendidikan Indonesia. “Demi pintarnya rakyat Indonesia, ini cepat diselesaikan. Untuk itu, ambilah langkah dialogis. Jangan lagi ada intervensi seperti ini. Kasihan mahasiswa ini,” pungkas Adi.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid