Jakarta, Aktual.com – Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto mengatakan bahwa “tidak realistis” jika Rusia akan menyerang setiap anggota NATO, pandangan bertentangan dengan beberapa negara lain anggota NATO di wilayah itu, yang melihat Moskow sebagai ancaman nyata.
Hubungan Rusia dengan Barat memburuk setelah Moskow mencaplok Crimea dari Ukraina pada Maret 2014 dan mendukung gerakan pemberontak pendukung Rusia di bagian timur.
Anggota NATO termasuk Polandia dan negara-negara Baltik telah menyuarakan keprihatinan bahwa mereka bisa menjadi target dari tindakan bermusuhan dari Rusia, dan bulan lalu para pemimpin NATO sepakat untuk mengerahkan pasukan militer dan untuk meningkatkan patroli udara dan laut di kawasan itu.
“Saya tidak berpikir itu adalah asumsi yang realistis hari ini bahwa Rusia akan menyerang setiap negara anggota NATO,” kata Peter Szijjarto dalam sebuah wawancara dengan portal berita Index.hu, Selasa (2/8).
Szijjarto mengatakan setiap negara anggota NATO memiliki perasaan “intensitas yang berbeda” tentang ancaman yang dirasakan dari Rusia, dan ia menghormati pandangan negara lain.
“Ini bukan tentang bagaimana pendapat kita tentang Rusia. Saya tidak berpikir Rusia akan menimbulkan ancaman eksistensial bagi kami,” katanya.
Pemerintah konservatif Perdana Menteri Viktor Orban telah memberikan kesepakatan bagi perusahaan Rusia, Rosatom, untuk membangun reaktor baru di pembangkit listrik tenaga nuklir Hungaria, dan mempromosikan yang disebut hubungan “pragmatis” dengan Rusia.
Republik Ceko dan Slovakia juga memiliki hubungan cukup baik dengan Rusia. Perdana Menteri Slovakia Robert Fico menyerukan penghapusan sanksi oleh Barat atas peran Rusia di Ukraina.
Tapi, ketegangan acap muncul. Menteri Pertahanan Bulgaria bulan lalu menuduh Rusia meningkatkan pelanggaran wilayah udara, menggambarkan mereka sebagai suatu aksi “provokasi terhadap Bulgaria dan angkatan udaranya”.
Ketika ditanya tentang Turki, Szijjarto -. yang sebelumnya menggambarkan kudeta yang gagal di Turki sebagai “aksi teroris” – mengatakan dia tidak melihat perkembangan anti-demokrasi di Turki.
Tingkat penumpasan oleh Presiden Tayyip Erdogan pada militer, peradilan, pelayanan sipil dan sekolah sejak kudeta 15-16 Juli membuat terkesima sekutu Turki di NATO. (Ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara