Yogyakarta, Aktual.com – Team Leader-Climate and Energy Campaign Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika, mengungkap bahwa limbah udara dari industri batubara PLTU yang beroperasi di berbagai penjuru daerah di Indonesia berperan besar dalam peningkatan risiko kematian dini.
“Dari kalkulasi kita, polusi udara yang dihasilkan oleh pembakaran batubara PLTU yang ada saat ini telah mengakibatkan angka kematian dini mencapai 6.500 jiwa pertahun, 115 jiwa diantaranya anak-anak,” ujarnya kepada wartawan di Yogyakarta, ditulis Kamis (4/8).
Dipaparkan Hindun, dalam gas-gas buang sampingan emisi karbon hasil pembakaran batubara selain logam beracun seperti merkuri, arsenik, NOx, SO2 dan lainnya, terdapat pula partikel mikroskopik (PM2.5) yang mampu menembus paru-paru dan aliran darah hingga picu kematian, disamping efek fatal lainnya yakni stroke dan disfungsi sistem saraf.
“WHO resmi mengkategorikan partikel halus berukuran 2,5 micro meter ini kedalam karsinogen grup 1 atau zat utama penyebab penyakit kanker,” katanya.
Partikel beracun ini menurutnya dapat mudah terbawa oleh angin hingga ratusan kilometer meski hanya berasal dari satu titik cerobong asap limbah PLTU. Bila jumlah pembangkit listrik tenaga batubara terus ditambah, Hindun khawatir kualitas udara di Indonesia malah semakin rusak.
Saat ini, ungkapnya, terdapat sekitar 42 PLTU yang tengah beroperasi. Jika ditotal dengan sejumlah PLTU ekspansi serta program kelistrikan 35.000 Megawatt ditambah Fast Track Program tahap I dan II sebelumnya, maka bakal ada penambahan 117 PLTU baru, dimana tentu memperparah potensi angka kematian dini.
“Dengan rencana penambahan PLTU itu angka kematian dini bisa mencapai 15.700 jiwa pertahun dan kelompok yang paling rentan terdampak adalah bayi, ibu hamil dan orang tua,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Badan Energi Internasional merilis laporan bulan lalu bahwa 6500.000.000 jiwa kematian di bumi diakibatkan oleh energi sektor yakni bisa dari transport maupun pembangkit listrik yang semua berasal dari pembakaran fosil fuel salah satunya batubara. Untuk kasus Indonesia, terdapat 200 ribu kematian. (Nelson)
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis
Eka