Puluhan aktivis yang tergabung dalam Solidaritas untuk Keadilan Warga Batang (SKWB) menggelar unjuk rasa di depan Kedubes Jepang Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Jumat (1/4/2016). Mereka menyuarakan penolakan dan meminta pemerintah Jepang untuk menghentikan rencana pembangunan proyek PLTU batu bara yang merambah lima desa di Kabupaten Batang, Jawa Tengah karena akan merusak lingkungan dan mematikan penghidupan warga yang tinggal di sana.

Yogyakarta, Aktual.com – Program ambisius listrik 35.000 Megawatt pemerintah kembali mendapat tentangan dari Greenpeace Indonesia lantaran memberi porsi industri PLTU batubara hingga 50 persen sebagai sumber energi nasional.

“Sebanyak 50% dari proyek 35.000 Megawatt itu justru berasal dari pembangunan industri energi paling kotor (batubara), sedangkan Energi Baru terbarukan hanya memperoleh 25%,” ujar Rahma Shofiana, Media Campaigner Greenpeace Asia Tenggara-Indonesia, kepada wartawan di Yogyakarta, ditulis Kamis (4/8).

Rahma menilai, meski pemerintah kerap menyatakan Energi Baru Terbarukan sebagai solusi bagus permasalahan energi, namun kenyataannya EBT hanya jadi proyek sempilan di daerah-daerah terpencil Indonesia, sementara di pulau-pulau utama seperti Sumatera, Jawa dan Bali tetap terbangun puluhan PLTU berskala besar.

Menurutnya, potensi besar Energi Baru Terbarukan Indonesia seperti geothermal, solar, hybrid, air dan lainnya masih belum termanfaatkan secara maksimal lantaran tidak adanya political will dari pemerintah agar mengutamakan energi ramah lingkungan berperan dalam kebijakan energi nasional.

“Padahal untuk geothermal saja Indonesia mendominasi 40% potensi dari total cadangan panas bumi dunia,” katanya.

Saat ini, ungkap Rahma, Tiongkok sebagai negara yang kualitas udaranya level Berbahaya (720) telah menginstal 145.000 Megawatt proyek EBT sebagai komitmen terhadap udara sehat dan bersih. Termasuk India yang mulai meninggalkan sumber energi batubara akibat kualitas udara mereka yang memasuki ambang Tidak Sehat (300).

Sedangkan, Indonesia dalam proyek 35.000 Megawatt masih saja memberi porsi pada PLTU bahkan hingga setengahnya. Meski secara ekonomi sebagai pengekspor batubara terbesar dunia, nyatanya menurut Rahma 20% warga Indonesia masih ada yang belum menikmati fasilitas listrik.

“Kita tidak ingin Indonesia di masa depan bernasib seperti dua negara itu. Kini mereka berupaya keluar dari industri batubara, tapi kita?” sindirnya. (Nelson)

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Eka