Jakarta, Aktual.com – Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin, mengatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara normatif mempunyai hak konstitusional untuk mengajukan pengujian Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam hal kedudukan hukum atau legal standing Ahok, ia menyebut posisi Ahok sebagai pemohon tidak akan mendapatkan masalah di MK.

Hanya saja, dari sisi etika ketatanegaraan akan muncul problem. Sebab posisi Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta merupakan ‘pelaksana Undang-Undang’, sementara yang dipersoalkan menyangkut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.

“Ketika dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok kan sudah mengucap sumpah/janji untuk menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya,” kata Said kepada Aktual.com, Senin (8/8).

Diungkapkan, UU Pilkada didalamnya mengatur ketentuan cuti selama masa kampanye bagi calon petahana. Ketentuan itu merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang semestinya dilaksanakan dengan selurus-lurusnya oleh Ahok dalam posisinya sebagai petahana Gubernur.

“Aturan itu seharusnya bukan untuk dipersoalkan, melainkan semata-mata untuk dijalankan oleh Ahok,” jelas Said.

Ketentuan cuti bagi calon petahana, lanjut dia, bukan berarti tidak boleh diuji ke MK. Ketentuan manapun dalam UU boleh saja diuji, akan tetapi sebaiknya tidak diajukan oleh pejabat negara yang telah menjadi pelaksana undang-undang.

Ia menyarankan Ahok mencabut permohonannya ke MK. Sebab terkait dengan etika bernegara yang seharusnya ditunjukan oleh Ahok, yaitu etika politik dan pemerintahan yang tertuang dalam TAP MPR Nomor VI Tahun 2001.

Selain daripada itu, Said juga menilai tidak tepat jika kampanye hanya dipandang sebagai hak bagi calon, sehingga hak tersebut dianggap boleh-boleh saja untuk tidak digunakan.

Sebab kegiatan kampanye juga harus dipandang sebagai hak bagi pemilih untuk mendengarkan langsung visi, misi, dan program dari calon bersangkutan. Sehingga apabila ada calon yang tidak mau melaksanakan kampanye, itu sama saja artinya calon tersebut telah menghilangkan hak bagi pemilih.

Harus pula dimengerti bahwa maksud pembentuk undang-undang mewajibkan cuti selama masa kampanye kepada calon petahana adalah dalam rangka menciptakan kesetaraan persaingan antara incumbent dengan calon non incumbent.

“Kalau petahana itu kan bisa setiap waktu menjumpai pemilih dengan berbagai macam alasan, termasuk melalui media cetak dan elektronik. Nah, kalau calon yang bukan petahana kan tidak bisa melakukan hal serupa,” ucap Said.

Selama masa kampanye, calon petahana rentan menggunakan fasilitas negara/pemerintah. Hal ini tentu akan menimbulkan persaingan politik yang tidak sehat dalam kontestasi Pilkada.

“Seandainya pun MK kelak menerima legal standing Ahok sebagai Pemohon, bukan berarti MK pasti akan mengabulkan permohonan. Saya justru berkeyakinan MK akan menolak Permohonan itu,” demikian Said. (Soemitro)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid