Simulasi Penanganan Teroris (Antara)

Jakarta, Aktual.com – Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Al Chaidar, memandang sudah saatnya pemerintah Indonesia dan Filipina melakukan pembebasan sandera melalui operasi militer, setelah satu lagi WNI diculik kelompok separatis bersenjata Abu Sayyaf di perairan Malaysia pada 3 Agustus kemarin.

Menurut Chaidar, tindakan Abu Sayyaf menculik WNI, terlebih yang beragama Islam, tidak sesuai dengan semangat jihad yang diperjuangkan kelompok Muslim minoritas tersebut.

“Kalau mereka menculik orang beragama lain masih ada kemenangan teologis bagi mereka, mereka masih punya motif. Tetapi kalau menyerang Muslim ya sudah (kita) serang saja habis-habisan, tidak perlu ada negosiasi lagi,” ujar dia, Selasa (9/8).

Chaidar menganggap peristiwa penyanderaan yang telah lima kali menimpa WNI, sebagai pernyataan perang yang harus ditanggapi serius oleh pemerintah Indonesia.

“Opsi perang jauh lebih masuk akal, karena kalau negosiasi nanti mereka akan menculik lagi,” tutur pria asal Aceh itu.

Proses perundingan, menurut dia, juga semakin rumit karena posisi penyanderaan yang berada di teritori Filipina membuat pemerintah Indonesia tidak leluasa bertindak.

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan pasukan khusus TNI telah siap bila sewaktu-waktu perlu dikerahkan ke daerah operasi guna menyelamatkan sandera WNI di Filipina.

“Kepada satuan-satuan operasi pasukan khusus untuk siap dengan segala kemungkinan apabila TNI diberi peluang untuk melakukan operasi pembebasan WNI yang disandera oleh kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina,” kata Panglima TNI, di Jakarta, Senin (8/8).

Namun demikian, hal itu tidaklah mudah karena konstitusi Filipina melarang keterlibatan militer asing di wilayah kedaulatannya.

 

(ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara