Jakarta, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat, perkembangan kondisi sektor keuangan Indonesia saat ini masih berada dalam kondisi yang stabil dan normal.

Namun demikian, regulator keuangan itu, masih tetap memantau profil risiko lembaga jasa keuangan nasional. Termasuk langkah untuk memitigasinya.

“Makanya kami akan terus menyiapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk memitigasi kemungkinan peningkatan risiko di sektor jasa keuangan. Terutama risiko kredit. Koordinasi dengan pihak-pihak terkait juga terus diperkuat,” ungkap Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB OJK, Slamet Edy Purnomo, di Jakarta, Rabu (10/8).

Menurut Edy, hal itu merupakan hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan OJK. Dan dengan kondisi tersebut, maka stabilitas sistem keuangan akan dapat terus terjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

“Serta perbaikan fungsi intermediasi keuangan pada triwulan II-2016 lalu dapat terus terjaga untuk waktu mendatang,” ujar dia.

Menurutnya, di tengah pemulihan ekonomi global yang masih melemah dan berjalan lambat, namun pada bulan Juli 2016 secara umum pasar keuangan dunia mendapatkan sentimen positif. Terutama dari kebijakan The Fed yang mempertahankan level Fed Funds Rate.

“Langkah The Fed itu dipandang akomodatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di AS (Amerika Serikat),” ujarnya.

Sehingga dampaknya, dengan meningkatnya sentimen global serta respons positif terkait kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) dan adanya reshuffle Kabinet Kerja telah mendorong penguatan lebih lanjut di pasar keuangan domestik.

“IHSG sendiri tumbuh sebesar 3,97 persen pada bulan Juli 2016 (mtm). Dan investor non residen pun mencatat net buy di pasar saham sebesar Rp11,9 triliun, yang merupakan arus masuk bulanan terbesar dalam dua tahun terakhir,” terang dia.

Sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN) juga mencatat penguatan, yang ditunjukkan dengan penurunan yield pada bulan Juli 2016 rata-rata sebesar 46 bps. Pada periode itu tercatat net buy investor non residen yang signifikan di pasar SBN sebesar Rp15,0 triliun.

Selain itu, sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2016, maka fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan juga melanjutkan arah perbaikan.

“Per Juni 2016, pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 8,89% yoy. Memang masih rendah. Tapi meningkat dibanding posisi Mei yang di 8,34%. Itu jadi alat likuid yang dimiliki perbankan dalam kondisi memadai untuk membiayai ekspansi kredit,” tuturnya.

Berlanjutnya perbaikan intermediasi ini diiringi oleh penurunan risiko kredit, sebagaimana terlihat dari Non-performing Loans (NPL) dan Non-performing Financing (NPF) yang tercatat masing-masing 3,05% dan 2,20%, lebih rendah dibandingkan waktu sebelumnya.

Lebih lanjut ia menegaskan, kinerja intermediasi di atas juga didukung oleh kinerja lembaga keuangan yang membaik.

“Apalagi dari sisi permodalan, ketahanan lembaga jasa keuangan domestik jugs secara umum berada pada tingkat yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. CAR (Capital Adequacy Ratio) perbankan berada pada level yang cukup tinggi sebesar 22,56% per Juni 2016,” tandas dia.

Sementara di industri perasuransian, Risk-Based Capital (RBC) juga berada pada level 528% untuk asuransi jiwa dan 265% untuk asuransi umum, jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.

“Ke depan, OJK melihat pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan juga akan dapat melanjutkan arah perbaikan. Sehingga dapat mendukung upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih tinggi,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan