Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai pernyataan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengenai tiga opsi partai banteng moncong putih terkait Pilkada DKI menyiratkan beberapa hal.

Pertama, PDIP dimungkinkan mengusung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – Djarot Saiful Hidayat sebagai pasangan calon gubernur dan calon wakil Gubernur pada Pilkada Serentak DKI Jakarta yang akan dihelat Februari 2017 mendatang.

Bagi PDIP, kemungkinan tersebut menjadi paling realistis sekaligus strategis. Realistis, sebab memang elektabilitas Ahok sudah mulai mapan di kisaran 50 persen. Mendorong calon alternatif dengan waktu yang mepet jelas penuh resiko. Lebih-lebih calon yang dimaksud adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

“Jakarta belum tentu dapat, tapi Surabaya dan umumnya Jatim dengan sendirinya lepas,” terang Ray kepada Aktual.com, Jumat (8/12).

Padahal, dalam politik elektoral nasional, posisi Surabaya dan Jawa Timur jauh lebih strategis dan penting daripada Jakarta. Risma bisa saja maju dan menang di Jakarta, namun Surabaya dan Jatim umumnya bisa tergerus oleh Golkar.

Dengan catatan, Wakil Gubernur Jatim Saefullah mencalonkan kembali pada Pilkada Jatim mendatang. PDIP juga akan mendapatkan kemenangan simbolik dengan menguasai Jakarta, akan tetapi pada saat yang sama punya potensi kehilangan suara di Jatim.

Ditambahkan Ray, secara politik Ahok bukanlah ancaman bagi PDIP. Sekalipun Ahok terlebih dulu didukung oleh Nasdem, Hanura dan Golkar, namun hubungan Ahok dengan PDIP diikat oleh ikatan poltik yang berlipat-lipat.

Dengan Djarot sebagai wakil, hubungan Megawati Soekarnoputri – Ahok menurutnya tanpa konflik. Di luar itu, ada Presiden Joko Widodo yang juga adalah kader PDIP. Dengan asumsi kerjasama Ahok dengan Jokowi sudah lama terbina, dengan sendirinya pengelolaan Jakarta bisa tetap dalam desain politik Presiden Jokowi.

“PDIP tak sepenuhnya kehilangan dominasi di DKI. Dengan kalkulasi ini, politik elektoral nasional PDIP untuk tetap dominan di Jawa tetap terjaga,” jelas Ray.

Pernyataan Hasto, masih kata dia, sebaiknya dibaca dengan cermat oleh koalisi kekeluargaan. Bahwa koalisi kekeluargaan adalah opsi terakhir dari tiga opsi yang dipetakan oleh PDIP. Koalisi kekeluargaan tidak perlu bergantung pada sikap PDIP.

Sebab, jika mereka terus-menerus menggantungkan sikap politik pada geliat PDIP mereka bisa kehilangan kesempatan untuk melakukan konsolidasi kuat dalam Pilkada DKI.

Pada akhirnya, jika PDIP tak jua mengumumkan sikap politik mereka, koalisi kekeluargaan akan jalan dengan pilihan politiknya sendiri. Dengan begitu koalisi ini masih punya waktu yang cukup untuk konsolidasi dan mensosialisasikan pasangan calon mereka.

 

Laporan: Sumitro

Artikel ini ditulis oleh: