Denpasar, Aktual.com – Harga properti di Bali menunjukkan pertumbuhan yang melambat di periode triwulan II 2016. Hal ini terkonfirmasi dari Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali di triwulan II 2016, mengindikasikan adanya perlambatan pertumbuhan harga properti residensial pada pasar primer.
Perkembangan harga properti primer pada triwulan II 2016 secara tahunan menunjukkan pelambatan, seperti tercermin dari pertumbuhan harga properti residensial primer sebesar 1,48 persen (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan I-2016 yang sebesar 1,87 persen (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Causa Iman Karana memaparkan, berdasarkan tipe rumah, pelambatan harga secara tahunan terjadi pada semua tipe rumah dengan pelambatan harga terbesar terjadi pada rumah tipe besar, yaitu tumbuh dari 1,44 persen (yoy) di triwulan I-2016 menjadi 0,82 persen (yoy) pada triwulan II-2106.
Sementara untuk rumah tipe menengah mengalami perlambatan pertumbuhan harga dari 2,19 persen (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 1,92 persen (yoy) di triwulan II-2016. “Rumah tipe kecil turut mengalami perlambatan pertumbuhan, yaitu dari 1,98 persen (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi 1,71 persen (yoy) pada triwulan II-2016,” kata Iman, Jumat (12/8).
Ia melanjutkan, untuk perkiraan triwulan III-2016, harga properti residensial di pasar primer diperkirakan akan tumbuh 1,86 persen (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan II-2016 yang sebesar 1,48 persen (yoy). Pertumbuhan tertinggi diperkirakan akan terjadi pada rumah tipe menengah (2,98 persen, yoy), diikuti oleh rumah tipe kecil (1,33 persen, yoy) dan tipe besar (1,26 persen, yoy).
“Dari seluruh tipe rumah, hanya tipe kecil yang diperkirakan akan tumbuh melambat, yaitu dari 1,71 persen (yoy) pada triwulan II-2016 menjadi 1,33 persen (yoy) pada triwulan III-2016. Sebaliknya, tipe besar dan tipe menengah diperkirakan akan menunjukkan peningkatan harga,” papar dia.
Secara triwulanan, Iman melanjutkan, indeks harga properti residensial Provinsi Bali pada triwulan II-2016 sebesar 184,75 atau meningkat sebesar 0,16 persen (qtq). Peningkatan tersebut melambat dibanding triwulan I-2016 yang sebesar 0,36 persen (qtq). Berdasarkan tipe rumah, pertumbuhan harga yang melambat terjadi pada tipe rumah kecil dan tipe rumah menengah.
Sebaliknya, tipe rumah besar tetap menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi secara triwulanan. Pelambatan harga tertinggi terjadi pada rumah kecil yang tumbuh dari 0,57 persen (qtq) di triwulan I-2016 menjadi 0,16 persen (qtq) pada triwulan II-2016.
“Sementara rumah tipe menengah mengalami perlambatan kedua tertinggi yaitu dari 0,36 persen (qtq) di triwulan I-2016 menjadi 0,09 persen (qtq) pada triwulan II-2016. Sedangkan tipe besar pada triwulan II-2016 tumbuh lebih tinggi sebesar 0,22 persen (qtq), dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 0,16 persen (qtq),” urai Iman.
Pada triwulan III-2016, harga properti residensial di pasar primer diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil survei yang mencatat pertumbuhan harga properti residensial di pasar primer sebesar 0,99 persen (qtq).
“Kondisi ini menunjukkan bahwa responden optimis terhadap perkembangan properti residensial yang diperkirakan akan semakin membaik pada triwulan III-2016,” jelas dia.
Peningkatan harga properti residensial di pasar primer tertinggi diperkirakan terjadi pada jenis rumah tipe menengah yang mencapai 1,61 persen (qtq). Untuk tipe rumah besar dan kecil masing-masing diperkirakan meningkat sebesar 0,75 persen (qtq) dan 0,59 persen (qtq).
“Berdasarkan hasil survei, beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan harga properti residensial di pasar primer pada triwulan II-2016 adalah kenaikan harga bahan bangunan (34,62 persen), kenaikan upah pekerja (32,05 persen), biaya perizinan (21,79 persen), adanya penambahan fasilitas umum di perumahan (6,41 persen) dan faktor lainnya (3,85 persen),” papar Iman.
Menurutnya, dasil survei terkonfirmasi bahwa pembiayaan bank dan dana internal perusahaan tetap menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti residensial, dengan share masing-masing sebesar 52 persen dan 33 persen. Sisanya sebesar 15 persen komposisi pembiayaan pembangunan properti residensial berasal dari konsumen (melalui downpayment).
Dari sisi konsumen, fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap menjadi pilihan utama pembiayaan konsumen untuk semua tipe rumah. Untuk tipe rumah kecil sampai dengan tipe 36, prosentase konsumen yang menggunakan fasilitas KPR mencapai 74,50 persen. Tipe rumah menengah (tipe >36-70) 72,45 persen dan tipe rumah besar (Tipe > 70) mencapai 79,88 persen.
“Perkembangan penyaluran kredit perbankan untuk kepemilikan rumah tinggal (KPR) untuk semua tipe rumah menunjukkan pertumbuhan yang melambat pada triwulan II-2016 dibanding triwulan sebelumnya,” ucapnya. Pertumbuhan penyaluran KPR untuk tipe kecil di triwulan II-2016 tumbuh sebesar -5,53 persen (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar -3,92 persen (yoy).
Sementara itu, penyaluran KPR untuk rumah tipe menengah tumbuh sebesar 6,91 persen (yoy) di triwulan II-2016, jauh lebih rendah dibanding triwulan I-2016 yang sebesar 10,22 persen (yoy). Hal yang sama juga terjadi untuk tipe rumah besar yang juga menunjukkan perlambatan penyaluran kredit KPR, tercermin dengan pertumbuhan sebesar 7,10 persen (yoy) di triwulan II-2016 lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 8,38 persen (yoy).
Pelambatan penyaluran kredit KPR ini sejalan dengan pelambatan yang terjadi pada harga properti residensial pada pasar primer untuk triwulan II-2016. “Dilihat dari nominalnya, total kredit untuk kepemilikan rumah tinggal di triwulan II-2016 tercatat sebesar Rp10,99 triliun, meningkat 3,27 persen (yoy) dibanding triwulan I-2016 yang sebesar Rp11,09 triliun,” demikian Iman.
(Bobby Andalan)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan