Jakarta Aktual.com – Kisah seorang bidan di Desa Tajur Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor, Jawa Barat Emi Sukaresmi yang kerap kali tidak dibayar pasiennya menarik perhatian warga sekitarnya.
“Bu Emi itu orangnya baik sekali, suka membantu dan tidak pernah minta bayaran. Kalaupun warga mau bayar, hanya seikhlasnya saja, warga sini sudah pada kenal sama bu Emi,” ucap tetangga Emi, Yanuar.
Sosok wanita yang kini berumur 54 tahun itu sudah puluhan tahun membuka praktik persalinan di rumahnya dan menyelamatkan banyak pasien.
Sebelum menjadi bidan, ia sempat menjadi ahli gizi pada tahun 1983,lalu ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya sebagai bidan di Akademi Kebidanan Bekasi.
Emi sudah 10 tahun terakhir juga membuka praktik di kediamannya, seusai waktu dinas di Puskesmas. Pasien yang datang bukan hanya mereka yang memeriksakan kandungan tetapi juga pasien dengan keluhan-keluhan penyakit umum.
Tinggal di lingkungan dengan masyarakat berekonomi rendah, sehingga pasien yang meminta pertolongan kerap kali tidak mampu membayar biaya persalinannya.
Peristiwa ini sangat sering terjadi, tetapi Emi mengaku tetap ikhlas melayani pasiennya.
Ia menegaskan nyawa pasien dan bayi dalam kandungan itu-lah yang ia utamakan.
” Nggak apa-apa, kan mereka benar-benar tidak mampu, tidak ada salahnya membantu, saya senang kok,” tuturnya dengan rendah hati.
Ia berkata hatinya sangat bahagia bila melihat bayi yang dahulu ditolongnya kemudian tumbuh besar dan bersekolah.
Kisah mengharukan Suatu hari pada tahun 1992, wanita kelahiran Kuningan, Jawa Barat itu terbangun dari tidur lelap karena mendengar ketukan pintu di rumahnya. ketika ia membuka pintu, terlihat ketua RT setempat dengan panik dan terburu-buru meminta pertolongannya.
Rupanya ada seorang warga desa lain (Desa Guha) yang hendak melahirkan dan tidak ada yang dapat membantu wanita tersebut. Pada saat itu yang ia pikirkan hanya pasien tersebut agar tetap bisa diselamatkan dengan cepat.
Tanpa berpikir panjang ia langsung mengemas peralatan dan bergegas menuju ke Desa Guha bersama dengan ketua RT dengan menggunakan sepeda motor.
Setelah satu jam lebih perjalanan, mereka tiba di rumah perempuan yang akan melahirkan tersebut.
Ia terkejut mendapati bahwa di desa tersebut belum ada listrik di sehingga proses pertolongan persalinan dilakukan dengan penerangan lentera minyak.
“Dukun bayi di Guha belum bisa menangani jadi saya diminta tolong jam setengah tiga pagi, belum ada handphone juga jadi pak RT harus bolak-balik meminta pertolongan, perjalanannya jauh sekali, ternyata pas sampai sana belum ada lampu belum ada listrik karena daerahnya terpencil,” ujarnya.
Setelah beberapa jam menjalani proses persalinan, akhirnya lahirlah seorang bayi perempuan secara normal.
Semenjak kejadian itu, tekad Emi untuk membantu para wanita yang ingin melahirkan semakin kuat.
Ia tidak pernah meminta apa pun dari pasien yang sudah ia bantu, karena sadar bahwa jika ia bisa menolong dengan hati yang ikhlas maka balasan akan datang dari manapun.
Emi memiliki sebuah harapan agar untuk selanjutnya ia selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT sehingga terus mampu membantu orang lain yang membutuhkan pertolongannya.(Ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid