Manager Advokasi Seknas FITRA, Apung Widadi. (ilustrasi/aktual.com)
Manager Advokasi Seknas FITRA, Apung Widadi. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kebijakan holding yang dilakukan Menteri BUMN, Rini Soemarno terus menuai kontroversi. Tindakan Rini yang terburu-buru menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait holding energi dinilai sebagai upaya penyelewengan melalui celah kekosongan hukum.

Preseden yang tidak biasa ini menjadi pertanyaan masyarakat umum. Pasalnya, pada saat yang bersamaan Undang Undang tentang migas belum selesai dibahas di lembaga legislatif, sehingga holding energi dengan melakukan pencaplokan PT PGN (Tbk) oleh PT Pertamina (Persero) terindikasi ada unsur pelanggaran.

“Jadi betul-betul dicari kekosongan hukum untuk dimanfaatkan. Undang-Undangnya belum selesai dibahas dan belum disahkan, namun dibentu RPP,” kata Manager Advokasi Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi kepada Aktual.com, Kamis (18/8).

Selain itu, isi dan pembahasan RPP ini dinilai tertutup dan jauh dari jangkauan konsumsi publik. Dengan keadaan seperti ini memungkinkan Rini untuk melakukan penyimpangan regulasi yang tidak terpantau oleh masyarakat.

“Hingga sekarang RPP itu dibahas secara tidak transparan dan ditandatangani hanya melalui menteri. Jadi potensi-potensi penyalahgunaan wewenang sangat mungkin dilakukan karena tidak terkontrol oleh publik,” pungkasnya.

Sebelumnya Anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR-RI, Kurtubi sudah angkat bicar, dia meminta pemerintah tidak terburu-buru melakukan holding energi. Peringatan itu dimaksudkan agar Pemerintah tidak salah langkah dalam aturan hukum. (Baca: Pertamina Belum Efisien, Rencana Holding PGN-Pertamina “Mentah”)

“Saya imbau pemerintah untuk tahan dulu masalah holding energi. Janganlah ambil keputusan penting bagi negeri padahal kita Komisi VII itu sedang dalam tahapan merevisi UU Migas,” tandas Kurtubi. (Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka