Jakarta, Aktual.com – Sejak 1 Juli 2016, pemerintah sudah menggelar program pngampunan pajak (tax amnesty). Namun demikian, tak semua orang bisa mengikuti program tax amnesty tersebut. Salah satunya, pembuat faktur fiktif.
“Kami sudah menangkap empat orang pelaku faktur fiktif. Tapi orang-orang seperti ini tidak bisa ikut amnesti pajak. Dia telah melanggar pidana,” ungkap Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, di Jakarta, Minggu (21/8).
Menurut Ken, pidana pelaku faktur fiktif sangat berat. Bahkan bisa sigukum seumur hidup. “Mereka sudah merugikan negara. Mereka memasang tarif, antara 5-10 persen dari dana yang difakturkan,” tegas dia.
Sebelumnya, pada Kamis (18/8) lalu, pihak DJP telah berhasil menangkap AC alias Tengku yang diduga sebagai otak jaringan penerbit faktur pajak fiktif yang hingga saat ini diperkirakan telah mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp110 miliar.
Pengungkapan jaringan penerbit Faktur Pajak fiktif ini merupakan hasil pengembangan dari perkara sebelumnya. Tersangka AC alias Tengku sendiri merupakan pemain lama yang sudah pernah dihukum empat tahun penjara untuk perkara yang sama di tahun 2005.
Untuk itu, pijak DJP terus melakukan penyidikan terkait tindak pidana pajak yang mengancam penerimaan negara. “Makanya para WP (Wajib Pajak) yang ikut amnesti pajak harus menjadi WP yang taat melaporkan penghasilan, harta dan kegiatan usaha secara jujur dan transparan,” pinta Ken.
Bagi dia, pada dasarnya, DJP tidak mengenal istilah pengemplang pajak. Kalau pihak luar menyebut, program tax amnesty hanya untuk orang-orang yang telah mengemplang pajak.
“Tidak. Kami tidak mengenal pengemplang pajak dalam amnesti panak ini. Mereka hanya lupa untuk membayar kewajibannya sebagai WP yang taat,” tegas Ken.
Dia sendiri berharap, program ini bisa berjalan sukses. Apalagi pemerintah sudah mendiskon habis tarif pajaknya, dari 30 persen menjasi 2 persen untuk periode pertama sampai akhir September ini.
“Makanya, yang punya dana di luar, ayo ikut dan segera direpatriasi. Karena itu sangat bagus. Dan bisa menyerap tenaga kerja. Apalagi diinvestasikan di instrumen properti, yang multiplier effect-nya sangat besar,” pungkas Ken.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh: