Menteri Keuangan Sri Mulyani didampingi Ketua MPR Zulkifli Hasan, Wakil Ketua Hidayat Nur Wahid dan EE Mangindaan menjawab pertanyaan wartawan usai rapat konsultasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/8). Rapat itu membahas APBN dan perkembangan perekonomian global serta pengaruhnya terhadap keuangan negara. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah telah meningkatkan target defisit anggaran di RAPBN 2017 lebih besar menjadi 2,4 persen. Langkah ini tentu cukup mengkhawatirkan. Apalagi peningkatan defisit tak otomatis bisa genjot pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu, pemerintah diminta bersikap cerdas dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi. Mengingat perlambatan ekonomi global dan nasional juga masih terjadi.

“Saya rasa, proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah menggambarkan kinerja pemerintah yang masih di bawah ekspektasi publik. Apalagi kebijakan defisit anggaran, juga belum efektif untuk mendorong pertumbuhan,” jelas ekonom INDEF, Eko Listiyanto di Jakarta, Selasa (23/8).

Pemerintah sendiri melalui nota keuangan, menyebutkan kebijakan fiskal dalam tahun 2017 ini masih bersifat ekspansif yang terarah untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan defisit anggaran RAPBN 2017 ditargetkan sebesar Rp332,8 triliun atau 2,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut Eko, penyerapan anggaran untuk menstimulus perekonomian masih rendah, terutama belanja modal. Untuk itu, perlu beberapa upaya untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi itu.

Apalagi memang, kata dia, target pertumbuhan tahun depan yang diusung pemerintah 5,3 persen masih terbebani oleh adanya jatuh tempo pembayaran bunga utang yang sebesar Rp210 triliun.

“Makanya, soal bunga utang itu yang menjadi salah satu alasan pemerintah membuat defisit di tahun depan ditargetkan lebih tinggi, yaitu 2,41 persen terhadap PDB,” cetus Eko.

Makanya, untuk mencapai target pertumbuhan 5,3% itu perlu kerja cerdas. “Karena dengan anggaran yang relatif terbatas dan ekonomi yang sedang melemah tentu butuh kerja cerdas dari pemerintah,” kata Eko.

Dengan adanya anggaran untuk membayar bunga utang, sebut Eko, konsekuensinya akan mengurangi fleksibilitas anggaran untuk alokasi sektor lain. “Tapi memang itu (pembayaran bunga utang) sebuah kewajiban. Satu sisi langkah itu untuk menjaga pemerintah tetap kredibel,” ingat dia.

Untuk itu, kebijakan lainnya, tegas Eko, pemerintah tetap harus menjaga daya beli masyarakat agar jangan semakin tergerus, jika pemerintah bisa kendalikan harga-harga barang. Termasuk dari aspek sektoral, perlu ada peningkatan akses pasar dan promosi, serta modal bagi UMKM.

“Jika UMKM tumbuh, akan meningkatkan permintaan karena daya beli naik,” sebut Eko.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan