Yogyakarta, Aktual.com – Tak hanya di Kulonprogo, konflik antara warga melawan PT Angkasa Pura 1 juga mencuat di wilayah Boyolali, Solo, Jawa Tengah, tepatnya di sekitar kawasan Bandara Internasional Adi Soemarmo.

Selasa (23/8), puluhan warga terdampak proyek perluasan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) mengadukan PT Angkasa Pura 1 (AP1) ke Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta.

Alasannya, pemagaran lahan proyek KKOP oleh AP1 yang dilakukan justru berakibat putusnya jalur sosial ekonomi masyarakat setempat, termasuk persoalan lingkungan, tak sesuainya proses ganti rugi serta sertifikasi lahan yang dinilai banyak kekeliruan.

“Akses wilayah kami jadi tertutup, kalau keluar masuk kami harus lewat bandara dulu tapi mereka mengancam jika ada yang lewat akan dijerat denda Rp 500 juta,” kata Teguh Hartanto, salah seorang perwakilan warga.

Diungkap Teguh, ada sekitar 50 KK yang aksesnya tertutup langsung oleh pemagaran, selebihnya warga di 3 pedukuhan dan 2 desa juga ikut terimbas. Ditambah terganggunya aktivitas 4 sekolah, termasuk warga yang kesulitan menuju musholla karena tertutupnya akses.

Perluasan KKOP juga menurut Teguh dilakukan tanpa disertai pembuatan drainase hingga menyebabkan banjir di pemukiman warga akibat debit sungai meluap saat hujan turun.

“Sekarang hujan sedikit langsung banjir, air masuk ke rumah-rumah, tingginya mencapai 30 sentimeter, sumur-sumur juga terendam,” kata dia.

Sebelumnya, pembebasan lahan warga untuk perluasan KKOP telah dilakukan sejak 2009. Ganti rugi tahap pertama didasarkan pada penilaian P2T (Panitia Pengadaan Tanah) Kabupaten Boyolali. Namun ditahap selanjutnya, sambung Teguh, pihak bandara gunakan penilaian versi sendiri ditambah bermacam alasan dengan tujuan menekan harga ganti rugi agar semakin rendah.

Kemudian, tahun 2014 BPN menerbitkan sertifikat baru terkait lahan warga terdampak namun ukurannya sama sekali tidak sesuai. “Batas lahan warga banyak yang dikurangi, entah disengaja atau tidak,” ucap Teguh.

Melalui LBH, Teguh berserta puluhan warga terdampak lain memberi tenggat waktu satu bulan kedepan agar ada peninjauan ulang atas lahan mereka.

“Kalau tidak ada kejelasan juga akan kami demo, kami sudah sumpek tidak bisa kemana-mana,” tegasnya.

Sementara itu, Yogi Zul Fadhli, perwakilan LBH Yogyakarta menjelaskan bahwa dari keluhan yang diterima terindikasi bahwa proyek KKOP yang digagas AP1 tidak direncanakan dengan baik.

Dia melihat terjadinya pelanggaran hak atas standar kehidupan yang layak berupa perumahan sebagaimana diatur Pasal 11 Konvenan Hak-Hak Ekosob. Di samping itu, terindikasi pula pelanggaran hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat seperti yang diatur dalam Pasal 9 UU 39/1999 tentang HAM.

“Ada semacam preseden karena problem serupa dengan aktor yang sama juga terjadi dalam rencana pembangunan bandara di Kulonprogo yang mengabaikan aspek tata ruang dan lingkungan hidup,” pungkas Yogi.

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh: