Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham ‘Lulung’ Lunggana, menyebut calon petahana Pilkada DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai ‘psikopat’.
Apa alasan Lulung berucap demikian? Ini penjelasan dia.
Politisi PPP itu mengucap demikian dengan mengambil contoh sepak terjang Ahok di kasus reklamasi Teluk Jakarta. Kata dia, kasus yang sudah terang-benderang itu hingga kini masih jalan di tempat.
Tuding dia, penggusuran demi penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok, murni untuk kepentingan pengembang reklamasi. Korban penggusuran atas nama relokasi kemudian ditampung di rumah susun. Dan yang tidak kalah penting keseluruhan sepak terjang Ahok diback-up oleh media massa.
Di sisi lain, dari investigasi sederhana saja, kemudian diketahui rusun untuk korban penggusuran ternyata bukan milik Pemprov DKI. Melainkan hasil dari kesepakatan Ahok dengan pengembang reklamasi.
“Supaya teman-teman tahu, kenapa Pak Rizal Ramli (mantan Menko Kemaritiman) melakukan moratorium (reklamasi). Ini ada persoalan kepatutan, norma dan etika yang tidak dijalankan oleh pemerintahan kita. Kenapa ada penggusuran? Sakit hati kita. Ini semua pencitraan yang dilakukan seorang gubernur (Ahok),” ucap dia saat berbicara dalam Deklarasi Rumah Amanah Rakyat di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
Sambung dia, keseluruhan proses reklamasi dilakukan tanpa payung hukum. Sebab dua rancangan peraturan daerah masih digodok DPRD DKI. Kesepakatan yang familiar juga disebut sebagai perjanjian preman antara Ahok dengan pengembang reklamasi itu menurutnya sama dengan pemerasan. “Diperas para pengembang untuk minta tambahan 15 persen kontribusi. Ini tidak ada, ini pemerasan. Dan saya bingung penegak hukum kok diam,” kata Lulung.
Meski sudah terang, Lulung mengaku heran banyak elit di negeri ini yang membiarkan apa yang dilakukan Ahok. Sebab itu melalui deklarasi kali ini dia mengajak seluruh pihak memulai langkah kongkrit, bukan hanya diskusi dan adu statemen.
Kata dia, bisa jadi doa dari politisi Gerindra di Gedung MPR/DPR/DPD RI dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI tahun sidang 2016-2017 benar adanya. Orang-orang baik belum bisa sepakat untuk bergerak menyuarakan kebenaran.
“Ini catatan sejarah yang tidak bisa terulang. Kita harus sepakat besok kita ganti Gubernur, gubernur tukang bohong. Kalau saya bilang, sudah pantas saya menyebut bahwa Ahok itu psikopat, dan ini saya bertanggungjawab karena saya sudah bertemu dengan dokternya,” tandas dia.
Sambung dia, “Saya sudah bertemu seluruh teman-teman Gerindra waktu itu, kita tidak boleh ngomong rasis, sepakat. kita tidak boleh ngomong SARA, sepakat, tapi bagaimana mungkin persoalan, situasi, dan keadaan akhirnya kita harus berbicara soal itu.” (Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh: